Rabu, 02 Desember 2015

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pembentukan Perundang-Undangan

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Secara teoritis, Pancasila merupakan falsafah negara (philosofische gronslag). Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara dan dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Ada lima prinsip sebagai philosofische grondslag bagi Indonesia, yaitu kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau peri-kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial dan ketuhanan yang berbudaya.
Dari sudut sejarah, Pancasila sebagai dasar negara pertama-tama diusulkan oleh Ir.Soekarno pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, yaitu pada waktu membahas Pancasila sebagai dasar negara. Sejak saat itu pula Pancasila digunakan sebagai nama dari dasar falsafah negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, meskipun untuk itu terdapat beberapa tata urut dan rumusan yang berbeda.
Pancasila sebagai dasar negara, hal ini berarti bahwa setiap tindakan rakyat dan Negara Indonesia harus sesuai dengan Pancasila. Secara historis, Pancasila diambil dari budaya bangsa Indonesia sendiri, sehingga mempunyai fungsi dan peranan yang sangat luas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal, sehingga harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk pembentukan peraturan perundang-undangan yang diarahkan untuk mencapai tujuan negara harus berpijak kepada nilai-nilai Pancasila. Makalah ini akan membahas tentang nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.


B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana implementasi Pancasila dalam peraturan perundang-undangan?
2.    Bagaimana implementasi nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan perundang-undangan di Indonesia?
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Nilai-Nilai Pancasila Dalam Peraturan Perundang-undangan

Indonesia sebagai negara hukum, berarti segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasar atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pembangunan sistem hukum nasional diharapkan lahir produk hukum yang demokratis, yaitu tercapainya keadilan, ketertiban, keteraturan sebagai prasyarat untuk dapat memberikan perlindungan bagi rakyat dalam memperoleh keadilan dan ketenangan.
Dalam pembentukan sistem hukum nasional, termasuk peraturan perundang-undangan harus memperhatikan nilai negara yang terkandung dalam Pancasila, karena nilai tersebut merupakan harapan-harapan, keinginan dan keharusan. Nilai berarti sesuatu yang ideal, merupakan sesuatu yang dicita-citakan, diharapkan dan menjadi keharusan. Notonagoro, membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu pertama, nilai materiil. Segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan material manusia. Kedua, nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan kegiatan atau aktivitas. Ketiga, nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong nilai-nilai kerokhanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital.[1]
Nilai yang terkandung dalam Pancasila bersifat universal, yang diperjuangkan oleh hampir semua bangsa-bangsa di dunia. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila memiliki daya tahan dan kemampuan untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 merupakan wujud cita hukum Indonesia, yaitu Pancasila.

A.  Nilai-Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan landasan spiritual, moral dan etik. Salah satu ciri pokok dalam negara hukum Pancasila ialah adanya jaminan terhadap kebebasan beragama (freedom of religion). Mochtar Kusumaatdja berpendapat, asas ketuhanan mengamanatkan bahwa tidak boleh ada produk hukum nasional yang bertentangan dengan agama atau menolak atau bermusuhan dengan agama. Dalam proses penyusuan suatu peraturan perundang-undangan, nilai ketuhanan merupakan pertimbangan yang sifatnya permanem dan mutlak. 
Dalam negara hukum Pancasila tidak boleh terjadi pemisahan antara agama dan negara, karena hal itu akan bertentangan dengan Pancasila. Kebebasan beragama dalam arti positif, ateisme tidak dibenarkan. Komunisme dilarang, asas kekeluargaan dan kerukunan. Terdapat dua nilai mendasar, yaitu pertama, kebebasan beragama harus mengacu pada makna yang positif sehingga pengingkaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak dibenarkan; kedua, ada hubungan yang erat antara agama dan negara.
Negara hukum Pancasila berpandangan bahwa manusia dilahirkan dalam hubungannya atau keberadaanya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Para pendiri negara menyadari bahwa negara Indoneia tidak terbentuk karena perjanjian melainkan atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas.
Berdasarkan nilai Ketuhanan yang Maha Esa, maka negara hukum Pancasila melarang kebebasan untuk tidak beragama, kebebasan anti agama, menghina ajaran agama atau kitab-kitab yang menjadi sumber kepercayaan agama ataupun mengotori nama Tuhan. Elemen inilah yang menunjukkan salah satu elemen yang menandakan perbedaan pokok antara negara hukum Indonesia dengan hukum Barat. Dalam pelaksanaan pemerintahan negara, pembentukan hukum, pelaksanaan pemerintahan serta peradilan, dasar ketuhanan dan ajaran serta nilai-nilai agama menjadi alat ukur untuk menentukan hukum yang baik atau hukum buruk bahkan untuk menentukan hukum yang konstitusional atau hukum yang tidak konstitusional.
Nilai Ketuhanan yang maha Esa menunjukkan nilai bahwa negara mengakui dan melindungi kemajemukan agama di Indonesia. Negara mendorong warganya untuk membangun negara dan bangsa berdasarkan nilai-nilai ketuhanan. Sila pertama dari Pancasila, secara jelas ditindaklanjuti Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketentuan ini menjadi dasar penghormatan dasar untuk memperkuat persatuan dan persaudaraan.

B.  Nilai-Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab menunjukkan bahwa manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan nilai tersebut, dikembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. Berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, maka Indonesia menentang segala macam bentuk eksploitasi, penindasan oleh satu bangsa terhadap bangsa lain, oleh satu golongan terhadap golongan lain, dan oleh manusia terhadap manusia lain, oleh penguasa terhadap rakyatnya.
Kemanusian yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian dan mengajarkan untuk menghormati harkat dan martabat manusia dan menjamin hak-hak asasi manusia. Nilai ini didasarkan pada kesadaran bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa dirinya bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain.
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, mengandung pemahaman hukum bahwa setiap warga Indonesia lebih mengutamakan prinsip manusia yang beradab dalam lingkup nilai keadilan. Kemanusiaan yang beradab mengandung bahwa pembentukan hukum harus menunjukkan karakter dan ciri-ciri hukum dari manusia yang beradab. Hukum baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan setiap putusan hukum harus sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Perlakuan terhadap manusia dalam Pancasila berarti menempatkan sekaligus memperlakukan setiap manusia Indonesia secara adil dan beradab.
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab membawa implikasi bahwa negara memperlakukan setiap warga negara atas dasar pengakuan dan harkat martabat manusia dan nilai kemanusiaan yang mengalir kepada martabatnya.

C.  Nilai-Nilai Persatuan
Sila Persatuan Indonesia mengandung nilai bahwa Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Persatuan Indonesia terkait dengan paham kebangsaan untuk mewujudkan tujuan nasional. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa. Dalam pandangan Mochtar Kusumaatmadja, nilai kesatuan dan persatuan mengamanatkan bahwa hukum Indonesia harus merupakan hukum nasional yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bagi bangsa Indonesia yang majemuk, semangat persatuan yang bersumber pada Pancasila menentang praktik-praktik yang mengarah pada dominasi dan diskriminasi sosial, baik karena alasan perbedaan suku, asal-usul maupun agama. Asas kesatuan dan persatuan selaras dengan kenyataan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman. Semangat persatuan Indonesia menentang segala bentuk separatisme dan memberikan tempat pada kemajemukan.    
Sila Persatuan Indonesia, mengandung pemahaman hukum bahwa setiap peraturan hukum mulai undang-undang hingga putusan pengadilan harus mengacu pada terciptanya sebuah persatuan warga bangsa. Dalam tataran empiris munculnya nilai baru berupa demokratisasi dalam bernegara melalui pemilihan langsung harus selaras dengan sila Persatuan Indonesia. Otonomi daerah yang tampaknya lebih bernuansa negara federal harus tetap dalam bingkai negara kesatuan. Semangat untuk membelah wilayah melalui otonomi daerah tidak boleh mengalahkan semangat persatuan dan kesatuan wilayah.
Persatuan Indonesia merupakan implementasi nasionalisme, bukan chauvinisme daan bukan kebangsaan yang menyendiri. Nasionalisme menuju pada kekeluargaan bangsa-bangsa, menuju persatuan dunia, menuju persaudaraan dunia. Nasionalisme dengan internasionalisme menjadi satu terminologi, yaitu sosio nasionalisme.

D.  Nilai-Nilai Kedaulatan Rakyat
Nilai persatuan Indonesia bersumber pada asas kedaulatan rakyat, serta menentang segala bentuk feodalisme, totaliter dan kediktatoran oleh mayoritas maupun minoritas. Nilai persatuan Indonesia mengandung makna adanya usaha untuk bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nilai keadulatan rakyat menjadi dasar demokrasi di Indonesia. Nilai ini menunjuk kepada pembatasan kekuasaan negara dengan partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan. Nilai-nilai demokratik mengandung tiga prinsip, yaitu pembatasan kekuasaan negara atas nama hak asasi manusia, keterwakilan politik dan kewarganegaraan.  
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, menunjukkan manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Setiap warga negara dalam menggunakan hak-haknya harus menyadari perlunya selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan masyarakat. Kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan mendambakan terwujudnya masyarakat yang demokratis, maka gerakan massa yang terjadi harus dilakukan dengan cara-cara yang demokratis. 
Kedudukan hak dan kewajiban yang sama, tidak boleh ada satu kehendak yang dipaksakan kepada pihak lain. Sebelum mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlebih dahulu diadakan musyawarah. Musyawarah untuk mencapai mufakat ini diliputi oleh semangat kekeluargaan, yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Manusia Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan menerima dan melaksanakan dengan itikad baik dan rasa tanggungjawab.
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Penyelenggaraan negara yang demokratis merupakan cita-cita dari negara modern.

E.  Nilai-Nilai Keadilan Sosial
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menunjukkan bahwa  manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam masyarakat Indonesia. Keadilan sosial memiliki unsur pemerataan, persamaan dan kebebasan yang bersifat komunal  
Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain. Nilai keadilan sosial mengamatkan bahwa semua warga negara mempunyai hak yang sama dan bahwa semua orang sama di hadapan hukum. 
Dengan sikap yang demikian maka tidak ada usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain, juga untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan hidup bergaya mewah serta perbuatan-perbuatan lain yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. Demikian juga dipupuk sikap suka kerja keras dan sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama. Kesemuanya itu dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung nilai-nilai bahwa setiap peraturan hukum, baik undang-undang maupun putusan pengadilan mencerminkan semangat keadilan. Keadilan yang dimaksudkan adalah semangat keadilan sosial bukan keadilan yang berpusat pada semangat individu. Keadilan tersebut haruslah dapat dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, bukan oleh segelintir golongan tertentu.
Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah maupun batiniah.
Penegakan hukum dan keadilan ini ialah wujud kesejahteraan manusia lahir dan batin, sosial dan moral. Kesejahteraan rakyat lahir batin, terutama terjaminnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, yaitu sandang, pangan, papan, rasa keamanan dan keadilan, serta kebebasan beragama/kepercayaan. Cita-cita keadilan sosial ini harus diwujudkan berdasarkan UUD dan hukum perundangan yang berlaku dan ditegakkan secara melembaga berdasarkan UUD 1945.
Dalam pandangan Bagir Manan, kekuasaan kehakiman di Indonesia memiliki beberapa karakter yang harus dipahami oleh hakim sehingga dapat mewujudkan nilai keadilan sosial. Peradilan berfungsi menerapkan hukum, menegakkan hukum dan menegakkan keadilan berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan peradilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan; segala bentuk campur tangan dari luar kekuasaan kehakiman dilarang. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang, tidak ada seorangpun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang ditentukan baginya oleh undang-undang.



BAB III
PEMBAHASAN

A.      Implementasi Pancasila Dalam Peraturan Perundang-Undangan
1.    Penuangan Pancasila didalam UUD
Isi UUD secara keseluruhan dimaksudkan mengatur rambu-rambu pokok untuk mengolaborasi empat kaidah penuntun hukum Pancasila yang kemudian dilembagakan dari pusat sampai ke daerah-daerah harus dijadikan pedoman dalam pembuatan peraturan perundang-undangan lainnya.
a)    Penuntun pertama
Semua peraturan perundang-undangan harus menjamin integrasi atau keutuhan ideologi dan teritori negara dan bangsa Indonesia.
b)   Penuntun kedua
Negara harus diselenggarakan dalam keseimbangan antara prinsip demokrasi dan nomokrasi.
c)    Penuntun ketiga
Negara harus menjamin keadilan sosial.
d)   Penuntun keempat
Negara harus menjamin tegaknya toleransi beragama yang berkeadaban.
Jika dilihat dari urut-urut Pancasila maka penuangan isi Pancasila didalam UUD 1945 juga tampak jelas. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diatur didalam pasal 29 dan pasal 28; sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab diatur didalam pasal-pasal 28; sila Persatuan Indonesia diatur dalam pasal 1 ayat (1), pasal 30, dan pasal 37 ayat (5); sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan diatur didalam pasal 2, pasal 5, pasal 18, pasal 20, pasal 22; sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia diatur didalam pasal 28, pasal 33, dan pasal 34. Pasal-pasal lain didalam UUD 1945 semuanya dibuat untuk mendukung pelaksanaan semua sila Pancasila tersebut.
2.    Penuangan didalam Peraturan Perundang-Undangan dibawah UUD
Sangatlah sulit untuk menilai atau mengukur satu persatu, apakah isi perundang-undangan dibawah UUD itu benar-benar merupakan penuangan Pancasila atau bukan, karena jumlahnya mencapai ribuan. Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa sudah ada instrumen hukum dan politik yang mengatur agar semua peraturan perundang-undangan memuat isi yang secara berjenjang konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang pada tataran puncaknya harus bersumber pada Pancasila.
3.    Prolegnas dan Prolegda
Agar didalam pembuatan UU dan Perda terbangun konsistensi isi dengan Pancasila dan UUD maka pada saat ini di Indonesia telah ditetapkan keharusan adanya Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah (Prolegda). Keharusan adanya Prolegnas dan Prolegda dimaksudkan agar semua UU dan Perda yang akan dibuat dapat dinilai lebih dulu kesesuaiannya dengan Pancasila dan UUD 1945 melalui perencanaan dan pembahasan yang matang. Dengan demikian, Prolegnas dan Prolegda menjadi penyaring isi (penuangan) Pancasila dan UUD didalam UU dan Perda.
4.    Judicial Review
Ketentuan tentang penuangan Pancasila ke dalam peraturan perundang-undangan dan instrumen pengawasannya melalui judicial review di Indonesia pada saat ini sudah cukup diatur dengan berbagai instrumen konstitusi dan hukum.menurut pasal 24C UUD 1945 Mahkamah Konstitusi (MK) mempunyai hak pengujian UU terhadap UUD sedangkan Mahkamah Agung (MA) menurut pasal 24A UUD 1945 melakukan pengujian peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
B.       Implementasi Pancasila Dalam Pembentukan Perundang-Undangan di Indonesia
Pernyataan Pancasila sebagai falsafah hidup menginginkan agar moral Pancasila menjadi moral kehidupan negara dalam arti menuntut penyelenggara dan penyelenggaraan negara menghargai dan menaati prinsip-prinsip moral atau etika politik. Sebagai konsekuensinya, negara tunduk kepada moral dan wajib mengamalkannya. Moral menjadi norma tindakan dan kebijaksanaan negara sehingga perlu dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, moral Pancasila memberikan inspirasi dan menjadi pembimbing dalam pembuatan undang-undang yang mengatur kehidupan negara, menetapkan lembaga-lembaga negara dan tugas mereka masing-masing, serta hubungan kerjasama diantara mereka, hak-hak dan kedudukan warga negara, dan hubungan warga negara dan negara dalam iklim dan semangat kemanusiaan.[2]
Nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara khususnya implementasi dalam peraturan perundang-undangan nampak belum sepenuhnya diimplementasikan. Keadaan tersebut disebabkan oleh beberapa aspek antara lain; masih adanya birokrasi yang tetap mempertahankan aturan perundang-undangan yang lama, karena meng-enak-kan diri dan kelompoknya. Masih diakomodirnya aturan perundang-undangan eks Hindia Belanda yang diadopsi sebagai peraturan perundang-undangan RI. Masih ditemukan peran pendonor yang mendikte substansi dalam penyusunan undang-undang baik itu berasal dari inisiatif pemerintah maupun inisiatif DPR-RI. Pemegang kekuasaan negara, lembaga pemerintahan lainnya dan warga negara belum semuanya tunduk dan taat terhadap hukum negara dan masih kuatnya ego sektoral dalam pembuatan perundang-undangan.
Adanya peraturan perundang-undangan yang dalam penyusunannya tidak berpedoman kepada nilai-nilai Pancasila mengakibatkan undang-undang tersebut tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, sehingga kesejahteraan dan keadilan yang seharusnya menjiwai peraturan tersebut tidak nampak, keadaan ini pada gilirannya akan memperlemah Ketahanan Nasional.[3]
BAB IV
SIMPULAN

Pancasila sebagai dasar mengatur pemerintahan negara dan dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara harus dapat diimplementasikan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, Pancasila merupakan landasan filosofis yaitu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum.
Negara hukum berkembang sangat dinamis, mengikuti perkembangan politik, ekonomi dan sosial Perkembangan negara hukum Indonesia mengarah pada penguatan unsur negara hukum. Pengembangan negara hukum Indonesia pada masa yang akan datang adalah negara hukum yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai tersebut antara lain, ketuhanan yang maha Esa, keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan, hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara, prinsip musyawarah mufakat dan peradilan menjadi sarana mewujudkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.   
Pengembangan negara hukum Indonesia pada masa yang akan datang harus lebih bersifat substansial, yaitu menjamin terwujudnya negara berdasar atas hukum dan perlindungan hak asasi manusia, menjamin terwujudnya kehidupan kenegaraan yang demokratis, mempercepat terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan menjamin terwujudnya pemerintahan yang layak. Dalam konteks pengembangan negara hukum yang demokratis perlu dilakukan penataan kelembagaan negara agar mampu mewujudkan tujuan bernegara, berdemokrasi dan hukum.


DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma.
Modul BS Pancasila dan UUD NRI 1945. Lemhannas 2014.
Mahfud. 2015. Penuangan Pancasila di Dalam Peraturan Perundang-Undangan.
[tersedia] dalam http://www.mahfudmd.com/public/makalah
NN. 2015. Penerapan Pancasila Dalam Pembentukan Perundang-Undangan. [tersedia] dalam http://www.fhumj.org/berita_info/berita_detail/16





[1] Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta : Paradigma, 2004, hlm. 89.
[2] Modul BS Pancasila dan UUD NRI 1945. Lemhannas 2014. Hal 62.
[3] Modul BS Pancasila dan UUD NRI 1945. Lemhannas 2014. Hal 62.

2 komentar:

  1. Casinos Near Me: The Ultimate Guide To Finding The Best Casino
    Find a 수원 출장마사지 casino near you from your state 안성 출장마사지 that has everything you need titanium tube to get started. From slot machines 청주 출장샵 to blackjack and video poker, here are some of the 공주 출장마사지

    BalasHapus