Rabu, 02 Desember 2015

Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Di satu sisi pengetahuan tentang hukum sendiri mencakup suatu perantaraan yang luas dan bisa dikatakan tidak mempunyai tepi. Hanya masuk menghujam tajam ke wilayah kebudayaan, ekonomi, sejarah, politik, dan seluruh aspek kehidupan manusia (masyarakat). Jika dicoba untuk menulis tentang dasar-dasar ilmu hukum dapat tanpa dibarengi dengan kesadaran adanya wilayah yang begitu sangat luas dari cakupan hukum, maka bisa dikatakan belum memberikan gambaran yang lengkap mengenai hukum.
Makalah ini ditulis dalam upaya memperkenalkan “Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan”. Khususnya kepada para mahasiswa fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Upaya yang dilakukan ini kiranya dalam kerangka mengorganisir dan memanage agar mahasiswa bisa mengerti dan paham tentang ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan. Namun makalah ini adalah mengenai bagian-bagian yang esensial saja yang harus dipahami dan yang harus dipakai sebagai dasar untuk menguasai ilmu hukum.
Namun perlu diingatkan bahwa makalah ini bukan merupakan kunci utama untuk bisa masuk ke dalam dunia hukum. Makalah ini hanyalah suatu kunci yang dapat dipergunakan untuk memahami hukum di tingkat selanjutnya yang lebih dalam.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana penerapan ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan di Indonesia?
2.    Bagaimana hukum sebagai kenyataan dalam masyarakat?


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.      Pengertian Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan
Ilmu tentang kenyataan (Seinwissenschaft), yaitu ilmu yang menyoroti hukum sebagai perilaku atau sikap tindak.[1] Ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan membahas hukum dari sisi sikap tindak atau perilaku. Artinya hukum akan dilihat dari segi penerapannya yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku atau sikap tindak (das sein).  Di dunia ini manusia terikat oleh peraturan hidup yang disebut norma, tanpa atau disertai sanksi. Bilamana seseorang melanggar sesuatu norma, maka orang itu akan mengalami sanksi yang berbeda-beda sifat dan beratnya.

B.       Kajian atau Sub Bagian dalam Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan
Sebagimana telah dikemukakan bahwa ilmu tentang kenyataan atau Tatsachenwissenschaft menyoroti hukum sebagai perilakuan atau sikap tindak. Termasuk sebagai ilmu-ilmu kenyataan tentang hukum adalah :
1.         Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal balik antara hukum sebagai sosial dengan gejala-gejala sosial lainnya. Studi yang demikian ini memiliki beberapa karakteristik. Ciri-cirinya adalah :
a.    Sosiologi hukum bertujuan untuk memberi penjelasan tentang praktek-praktek hukum, praktek peradilan dan pembuatan undang-undang. Menurut Marx Weber cara ini dinamakan sebagai interpratif-understanding yang tidak dikenal dalam studi konvesional. Sosiologi hukum tidak hanya menerima tingkah laku yang tampak dari luar saja, melainkan ingin memperoleh pula penjelasan yang bersifat internal, yaitu yang meliputi motif-motif tingkah laku seseorang.
b.    Sosiologi hukum senantiasa menguji keabsahan empiris dengan usaha mengetahui antara isi kaidah dan dalam kenyataanya, baik dengan data empiris maupun data non empiris.
c.    Sosiologi hukum, tidak melakukan penilaian terhadap hukum.[2]
Ciri-ciri khas di atas menurut Satjipto Rahardjo, dalam bukunya “Ilmu Hukum” (1982) sekaligus merupakan kunci bagi orang yang berminat untuk melakukan penyeidikan dalam bidang sosiologi hukum. Dengan cara-cara menyelidiki hukum yang demikian itu, orang langsung berada di tengah-tengah sosiologi hukum.
Sosiologi hukum juga memiliki ciri-ciri khas yang sedemikian rupa sehingga ia mengemban tugas yang khas pula, bagi amalan hukum dan masyarakat, terutama masyarakat yang sedang membangun dan hukum diharapkan peranannya dalam proses pembangunan tersebut.
Adapun objek yang disoroti sosiologi hukum antara lain :
a)    Hukum dan sistem sosial masyarakat.
b)   Persamaan dan perbedaan sistem-sistem hukum.
c)    Hukum dan kekuasaan.
d)   Hukum dan nilai-nilai sosial budaya.
e)    Kepastian hukum dan kesebandingan.
f)    Peranan hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat.
Berdasarkan objek yang disoroti tersebut maka dapat dikatakan bahwa : “Sosiologi Hukum adalah ilmu pengetahuan yang secara teoritis, analitis dan empiris, menyoroti pengaruh gejala sosial lain terhadap hukum dan sebaliknya”.[3]

2.         Antropologi Hukum
Antropologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan, yang mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya pada masyarakat-masyarakat sederhana maupun masyarakat yang sedang mengalami proses perkembangan dan pembangunan. Metode pendekatan antropologi hukum menurut Euber : “Suatu segi yang menonjol dari ilmu antropologi adalah pendekatan secara menyeluruh yang dilakukan terhadap manusia.”[4]
Konsep kebudayaan dan antropologi, sering dikaitkan namun secara pasti, antropologi  tidak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan istilah ini. Seniman seperti penari atau pelukis, juga memakai istilah ini, atau diasosiasikan dengan istilah ini, bahkan pemerintah juga mempunyai departemen untuk ini. Konsep ini, memang sangat sering digunakan oleh antropolog dan telah tersebar ke masyarakat luas, bahwa antropologi bekerja dan meneliti apa yang sering disebut dengan kebudayaan. Seringnya istilah ini digunakan oleh antropolog dalam pekerjaannya, bukan berarti para ahli antropologi mempunyai pengertian yang sama tentang istilah tersebut.
Antopologi hukum menggunakan pendekatan secara menyeluruh dalam menyelidiki manusia dan masyarakatnya dan menemukan bahwa melalui manifestasinya sendiri yang khas, “hukum”  itu selalu hadir dalam masyarakat.
Peranan Antropologi Hukum
Kalangan ahli antropologi memberi kontribusi yang sangat penting dan bermakna dalam pengembangan konsep hukum yang secara nyata berlaku dan dioperasikan dalam kehidupan masyarakat. Hukum dalam perspektif antropologi dipelajari sebagai produk dari interaksi sosial yang dipengaruhi oleh, aspek-aspek kebudayaan yang lain, seperti politik, ekonomi, ideologi, religi, dan lain-lain. (Pospisil, 1971) atau hukum dipelajari sebagai proses sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat (Moore, 1978). Karena itu, hukum dalam perspektif antropologi bukan semata-mata berwujud peraturan perundang-undangan yang diciptakan oleh Negara atau State Law, tetapi juga hukum dalam wujudnya sebagai peraturan-peraturan okal yang bersumber dari suatu kebiasaan masyarakat (costumary law/folk law), termasuk pula didalamnya mekanisme-mekanisme pengaturan dalam masyarakat (self regulation) yang juga berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial atau  legal order. Hukum dalam perspektif antropologis merupakan aktivitas kebudayaan yang berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial, atau sebagai alat untuk menjaga keteraturan sosial dalam masyarakat. Karena itu, hukum dipelajari sebagai bagian yang integral dari kebudayaan secara keseluruhan, bukan sebagai institusi  otonom yang terpisah dari segi-segi kebudayaan yang lain. (Pospisil, 1971). Jadi, untuk memahami tempat hukum, dalam struktur masyarakat, maka harus dipahami terlebih dahulu kehidupan sosial dan budaya masyarakat tersebut secara keseluruhan. Kenyataan ini memeperlihatkan bahwa hukum menjadi salah satu produk kebudayaan yang tak terpisahkan dengan segi-segi kebudayaan yang lain, seperti politik, ekonomi, struktur, dan organisasi sosial, ideologi, religi dan lain-lain. Sebagai suatu cabang ilmu sejarah, sejarah hukum terus berkembang dari zaman ke zaman.[5]

3.         Perbandingan Hukum
Perbandingan hukum adalah suatu metode studi hukum, yang mempelajari perbedaan sistem hukum  antara negara yang satu  dengan yang lain. Atau membanding-bandingkan sistem hukum positif dari bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Dilihat dari posisi yang demikian itu, orang akan mengatakan ; bahwa studi perbandingan hukum adalah studi tentang hukum asing.[6]
Perbandingan hukum yang kita bicarakan sekarang ini dipakai dalam arti membanding-bandingkan sistem hukum positif dari bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Ilmu perbandingan hukum dipakai dalam arti yang baru disebutkan ini. Apabila orang mulai melakukan studi perbandingan terhadap sistem-sistem hukum positif atau bidang-bidang hukum positif tertentu, maka barang tentu ia melakukannya dengan bertitik tolak dari hukum positif tertentu. Dilihat dari posisi yang demikian itu, orang akan mengatakan, bahwa studi perbandingan hukum adalah studi tentang hukum asing. Memang tidak dapat diingkari bahwa studi perbandingan hukum yang dilakukan dengan cara mempelajari hukum diluar hukum yang berlaku bagi si penyidik. Tetapi, dengan cara demikian saja ia tidak dapat dikatakan melakukan studi perbandingan hukum. Mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari hukum asing tidak sama dengan melakukan perbandingan hukum. Barulah, pada saat orang menggarap bahan-bahan yang telah terkumpul itu menurut arah-arah tertentu, terjadi suatu studi perbandingan hukum.[7]
Menurut Rudolf D. Schlesinger dalam bukunya Comparative Law (1959), mengemukakan bahwa perbandingan hukum, merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang bahan hukum tertentu. Selanjutnya dikatakan bahwa perbandingan hukum bukanlah satu perangkat peraturan dan asas-asas hukum, bukan suatu cabang hukum, melainkan suatu cara menggarap unsur hukum asing yang aktual dalam suatu masalah hukum.

4.         Sejarah Hukum
Sejarah hukum adalah suatu bidang study hukum yang mempelajari perkembangan dan asal-usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu dan memperbandingkan dengan hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan waktu. Dalam sejarah hukum jugaditekankan bahwa, hukum suatu bangsa adalah ekspresi jiwa bangsa yang bersangkutan dan oleh karenanya hukum diberbagai negara berbeda-beda.[8]
Fungsi dan Kegunaan Sejarah Hukum
a)    Mempertajam pemahaman dan penghayatan tentang hukum yang berlaku sekarang.
b)   Mempermudah para pembuat hukum sekarang, menghindari kesalahan dimasa lalu serta mengambil manfaat dari perkembangan positif hukum dimasa lalu.
c)    Mengetahui makan hukum positif bagi para akademisi maupun praktisi hukum dengan melakukan penelusuran dan penafsiran sejarah.
d)   Sejarah hukum mengungkap atau setidaknya memberi suatu indikasi dari mana hukum tertentu berasal, bagaimana posisinya sekarang, dan hendak kemana perkembangannya.
e)    Mengungkapkan fungsi daaan efektivitas dari lembaga-lembaga hukum tertentu. Artinya, dalam keadaan yang bagaimana suatu lembaga hukum dapat efektif menyelesaikan persoalan hukum dan dalam keadaan yang bagaiman pila lembaga tersebut gagal. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan yang ada dalam sejarah hukum tersebut.[9]

5.         Politik Hukum
Politik hukum adalah aspek-aspek politis yang melatarbelakangi proses pembentukan hukum dan kebijakan suatu bidang tertentu, sekaligus memengaruhi kinerja lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait dalam bidang tersebut dalam mengaplikasikan ketentuan-ketentuan produk hukum, kebijakan, dan menentukan kebijakan lembaga-lembaga tersebut dalam tataran praktis dan operasional. Sedemikian pentingnya peranan politik hukum ini sehingga ia dapat menentukan keberpihakan suatu produk hukum dan kebijakan.
Menurut Padmo Wahjono, Politik Hukum adalah kebijakan penyelenggara negara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk maupun isi daripada hukum yang akan dibentuk dan tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Dengan demikian, Pengertian Politik Hukum menurut Padmo Wahjono berkaitan dengan hukum yang berlaku di masa yang akan datang (ius constituendum).
Pengertian Politik hukum menurut Teuku Mohammad Radhie ialah sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun.[10]

6.         Psikologi Hukum
Psikologi hukum adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan jiwa manusia. Psikologi hukum mengkaji persepsi-persepsi seseorang tentang berbagai fenomena hukum : contoh pro kontra pidana mati, pro kontra kriminalisasi pornografi.
Contoh manfaaat psikologi hukum adalah digunakannya alat psikologi hukum yang dikenal sebagai”pendeteksi kebohongan” yang merupakan bagian dari “neuro-science” sebagai salah satu cabang psikologi hukum.
Ada kemiripan objek antara ilmu hukum dan psikologi. Baik hukum maupun psikologi, keduanya menarik minat terhadap perilaku manusia, menganalisis perilaku itu, memprediksinya, memahaminya, dan kadang-kadang mengendalikan perilaku tersebut.[11]


BAB III
PEMBAHASAN

A.      Hukum Sebagai Kenyataan Dalam Masyarakat
Hukum sebagai kenyataan dalam masyarakat ada 4 point, yaitu :
1.      Hukum dan Kultur
Daniel S. Lev (dalam : Judicial Institution and Legal Culture, pada bagian akhir karangannya) menuliskan “Dimana mitos-mitos kultural dan nilai-nilai menekankan cara-cara pengaturan serta hubungan-hubungan sosial politik yang tidak bertolak dari wilayah hukum yang otonom, maka sebagai konsekuensinya disitu pranata-pranata hukum akan kurang mampu mengembangkan kekuasaannya yang independen (mandiri) seperti yang dimiliki di Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Tampilannya kekuasaan-kekuasaan birokrasi yang perkasa sekalipun, yang merupakan unsur esensial bagi adanya sistem hukum yang kuat, tidak akan menciptakan suatu tanggapan umum yang positif terhadap bekerjanya hukum, terutama apabila misalnya nilai-nilai patri monial juga tetap bercokol kuat".
Dari pandangan Daniel S. Lev, seorang yang banyak meneliti dunia praktik hukum (khususnya dunia peradilan) di Indonesia, dapat kita ketahui bahwa di Indonesia terjadi suatu "ketegangan" antara kultur hukum Bangsa Indonesia dengan sistem hukum yang modern yang kini diterapkan.

2.      Hukum dan Ketertiban
Antara hukum di satu pihak dengan ketertiban dipihak lain, tidak selamanya cocok atau selaras. Kadang-kadang antara hukum dengan ketertiban terjadi pertentangan, seperti apa yang pernah dituliskan oleh Jerome H. Skolnick (dalam bukunya Justice Without Trial) bahwa hukum tidak hanya merupakan sarana untuk mencari ketertiban, melainkan ia bisa merupakan lawan dari ketertiban itu sendiri.
Tentang ketertiban ini, Proudhon (dikutip dari Dennhis Lloyd, 1974:11) mengemukakan : "Kesempurnaan tertinggi dari suatu masyarakat ditemukan dalam bersatunya ketertibasn dan anarkhi.”
Adapun pertanyaan menarik dari Chambliss dan Seidman, yaitu :
"Manakah yang lebih diinginkan, suatu dunia yang serba pasti dimana setiap warganya dapat melakukan antisipasi terhadap akibat-akibat perbuatannya, ataukah suatu dunia yang relatif kurang mengenal kepastian tetapi juga kurang tidak tertib?

3.      Hukum dan Politik
Kekuasaan politik memiliki karakteristik tidak ingin dibatasi. Sebaliknya hukum memiliki karakteristik untuk membatasi segala sesuatu melalui aturan-aturannya. Dalam hubungan antara hukum dan kekuasaan politik, seyogianya hukum membatasi kekuasaan politik, agar tidak timbul penyalah gunaan kekuasaan dan kesewenang-wenangan, sebaliknya kekuasaan politik menunjang terwujudnya fungsi hukum dengan "Menyuntikkan" kekuasaan pada hukum, yaitu dalam wujud sanksi hukum tadi dapat pula mengganjar aparat kekuasaan politik yang melanggar hukum. Harus diingat, bahwa setelah hukum memperoleh kekuasaan dari kekuasaan-politik tadi, hukum juga menyalurkan kekuasaan itu pada masyarakatnya.

4.      Hukum dan Ekonomi
Hubungan antara sektor ekonomi dan sektor hukum, tidak hanya berupa pengaturan hukum terhadap aktivitas perekonomian, melainkan juga bagaimana pengaruh sektor ekonomi terhadap hukum. Dalam hal ini, sekali lagi kita perlu memandang hukum sebagai sesuatu yang tidak otonom sifatnya, yang mempunyai hubungan pengaruh-mempengaruhi secara timbal-balik dengan sektor-sektor non hukum, termasuk sektor ekonomi.
Jika kita hanya memandang bagaimana hukum mengatur sektor ekonomi, maka kita berada dalam bidang hukum ekonomi. Menurut Sumantoro (1986 : 23) hukum ekonomi adalah seperangkat norma-norma yang mengatur hubungan kegiatan ekonomi, dan secara substansil sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang digunakan oleh negara yang bersangkutan (liberalistis, sosialistis atau campuran). Untuk Indonesia ruang lingkup Hukum Ekonomi mendapatkan dasar dari pasal 33 UUD 1945 dahn GBHN.[12]

B.       Penerapan Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan di Indonesia
Hukum sebagai kenyataannya hidup di dalam pergaulan hidup manusia dan tercermin dalam sikap tindak masyarakat untuk mengatur hidup manusia antara manusia yang lain dalam hubungan timbal balik antara manusia sebagai gejala sosial.
Penerapan Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan di Indonesia dapat kita lihat dimana hukum tersebut diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia untuk mengatur hubungan sosial dalam masyarakat dan Indonesia juga menganut sistem negara hukum (Rechtstaat) dan juga terdapat Undang-undang yang mengatur negara tersebut sehingga hukum hidup di dalam pergaulan di negara Indonesia.

C.      
BAB IV
KESIMPULAN

1.    Ilmu tentang kenyataan (Seinwissenschaft), yaitu ilmu yang menyoroti hukum sebagai perilaku atau sikap tindak.
2.    Sebagimana telah dikemukakan bahwa ilmu tentang kenyataan atau Tatsachenwissenschaft menyoroti hukum sebagai perilakuan atau sikap tindak. Termasuk sebagai ilmu-ilmu kenyataan tentang hukum adalah : sosiologi hukum, antropologi hukum, perbandingan hukum, sejarah hukum, politik hukum, dan psikologi hukum.
3.    Hukum sebagai kenyataan dalam masyarakat ada 4 point, yaitu : hukum dan kultur, hukum dan ketertiban, hukum dan politik, serta hukum dan ekonomi.
4.    Penerapan Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan di Indonesia dapat kita lihat dimana hukum tersebut diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Efran Helmi Juni. 2012. Filsafat Hukum. Bandung : Pustaka Setia.
Hilman Hadikusumah. 2004. Pengantar Antropologi Hukum. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Juwanda. 2012. Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan. [tersedia] dalam http://juwandaginting.blogspot.com/2012/06/hukum-sebagai-ilmu-kenyataan.html
NN. 2010. Hukum Sebagai Kenyataan Dalam Masyarakat. [tersedia] dalam http://edelwais-hukum.blogspot.co.id/2010/06/hukum-sebagai-kenyataan-dalam.html
Pipin Syarifin. 1999. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung : Pustaka Setia.
Satjipto Rahardjo. 2012. Ilmu Hukum. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Soedjono Dirdjosisworo. 1994. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Rajawali Pers.
Soerjono Soekanto. 1991. Kegunaan Sosiologi Hukum bagi Kalangan Hukum. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Wawan Muhwan Hariri. 2012. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung : Pustaka Setia.


[1] Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu hukum, Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm. 76.
[2] Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, hlm. 51.
[3] Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi Hukum bagi Kalangan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 6.
[4] Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, hlm. 54.
[5] Hilman Hadikusumah, Pengantar Antropologi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm.6.
[6] Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, hlm. 54.
[7] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya bakti, Bandung, 2012, hlm. 394.
[8] Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, hlm. 58.
[9] http://juwandaginting.blogspot.com/2012/06/hukum-sebagai-ilmu-kenyataan.html (Diakses oleh Kiki Rijki Awan pada tanggal 12 November 2015 pukul 16:00 WIB)
[10] Wawan Muhwan Hariri, Pengantar ilmu Hukum, Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm. 153.
[11] Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, hlm. 57.
[12] http://edelwais-hukum.blogspot.co.id/2010/06/hukum-sebagai-kenyataan-dalam.html (Diakses oleh Enung Nurohmah pada tanggal 10 November 2015 pukul 06:13 WIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar