BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Di
satu sisi pengetahuan tentang hukum sendiri mencakup suatu perantaraan yang
luas dan bisa dikatakan tidak mempunyai tepi. Hanya masuk menghujam tajam ke
wilayah kebudayaan, ekonomi, sejarah, politik, dan seluruh aspek kehidupan
manusia (masyarakat). Jika dicoba untuk menulis tentang dasar-dasar ilmu hukum
dapat tanpa dibarengi dengan kesadaran adanya wilayah yang begitu sangat luas
dari cakupan hukum, maka bisa dikatakan belum memberikan gambaran yang lengkap
mengenai hukum.
Makalah
ini ditulis dalam upaya memperkenalkan “Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan”. Khususnya
kepada para mahasiswa fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati
Bandung. Upaya yang dilakukan ini kiranya dalam kerangka mengorganisir dan
memanage agar mahasiswa bisa mengerti dan paham tentang ilmu hukum sebagai ilmu
kenyataan. Namun makalah ini adalah mengenai bagian-bagian yang esensial saja
yang harus dipahami dan yang harus dipakai sebagai dasar untuk menguasai ilmu
hukum.
Namun
perlu diingatkan bahwa makalah ini bukan merupakan kunci utama untuk bisa masuk
ke dalam dunia hukum. Makalah ini hanyalah suatu kunci yang dapat dipergunakan
untuk memahami hukum di tingkat selanjutnya yang lebih dalam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
penerapan ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan di Indonesia?
2.
Bagaimana
hukum sebagai kenyataan dalam masyarakat?
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Pengertian Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan
Ilmu
tentang kenyataan (Seinwissenschaft), yaitu ilmu yang menyoroti hukum
sebagai perilaku atau sikap tindak.[1] Ilmu
hukum sebagai ilmu kenyataan membahas hukum dari sisi sikap tindak atau
perilaku. Artinya hukum akan dilihat dari segi penerapannya yang diwujudkan
dalam bentuk tingkah laku atau sikap tindak (das sein). Di dunia ini manusia terikat oleh peraturan
hidup yang disebut norma, tanpa atau disertai sanksi. Bilamana seseorang
melanggar sesuatu norma, maka orang itu akan mengalami sanksi yang berbeda-beda
sifat dan beratnya.
B.
Kajian atau Sub Bagian dalam Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan
Sebagimana
telah dikemukakan bahwa ilmu tentang kenyataan atau Tatsachenwissenschaft menyoroti hukum sebagai perilakuan atau sikap
tindak. Termasuk sebagai ilmu-ilmu kenyataan tentang hukum adalah :
1.
Sosiologi Hukum
Sosiologi
hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis
mempelajari hubungan timbal balik antara hukum sebagai sosial dengan
gejala-gejala sosial lainnya. Studi yang demikian ini memiliki beberapa
karakteristik. Ciri-cirinya adalah :
a.
Sosiologi
hukum bertujuan untuk memberi penjelasan tentang praktek-praktek hukum, praktek
peradilan dan pembuatan undang-undang. Menurut Marx Weber cara ini dinamakan
sebagai interpratif-understanding
yang tidak dikenal dalam studi konvesional. Sosiologi hukum tidak hanya
menerima tingkah laku yang tampak dari luar saja, melainkan ingin memperoleh
pula penjelasan yang bersifat internal, yaitu yang meliputi motif-motif tingkah
laku seseorang.
b.
Sosiologi
hukum senantiasa menguji keabsahan empiris dengan usaha mengetahui antara isi
kaidah dan dalam kenyataanya, baik dengan data empiris maupun data non empiris.
c.
Sosiologi
hukum, tidak melakukan penilaian terhadap hukum.[2]
Ciri-ciri khas di atas menurut
Satjipto Rahardjo, dalam bukunya “Ilmu Hukum” (1982) sekaligus merupakan kunci
bagi orang yang berminat untuk melakukan penyeidikan dalam bidang sosiologi
hukum. Dengan cara-cara menyelidiki hukum yang demikian itu, orang langsung
berada di tengah-tengah sosiologi hukum.
Sosiologi hukum juga memiliki
ciri-ciri khas yang sedemikian rupa sehingga ia mengemban tugas yang khas pula,
bagi amalan hukum dan masyarakat, terutama masyarakat yang sedang membangun dan
hukum diharapkan peranannya dalam proses pembangunan tersebut.
Adapun objek yang disoroti sosiologi hukum antara lain :
a)
Hukum
dan sistem sosial masyarakat.
b)
Persamaan
dan perbedaan sistem-sistem hukum.
c)
Hukum
dan kekuasaan.
d)
Hukum
dan nilai-nilai sosial budaya.
e)
Kepastian
hukum dan kesebandingan.
f)
Peranan
hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat.
Berdasarkan
objek yang disoroti tersebut maka dapat dikatakan bahwa : “Sosiologi Hukum
adalah ilmu pengetahuan yang secara teoritis, analitis dan empiris, menyoroti
pengaruh gejala sosial lain terhadap hukum dan sebaliknya”.[3]
2.
Antropologi Hukum
Antropologi
hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan, yang mempelajari pola-pola sengketa
dan penyelesaiannya pada masyarakat-masyarakat sederhana maupun masyarakat yang
sedang mengalami proses perkembangan dan pembangunan. Metode pendekatan
antropologi hukum menurut Euber : “Suatu segi yang menonjol dari ilmu antropologi
adalah pendekatan secara menyeluruh yang dilakukan terhadap manusia.”[4]
Konsep
kebudayaan dan antropologi, sering dikaitkan namun secara pasti,
antropologi tidak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan istilah
ini. Seniman seperti penari atau pelukis, juga memakai istilah ini, atau
diasosiasikan dengan istilah ini, bahkan pemerintah juga mempunyai departemen
untuk ini. Konsep ini, memang sangat sering digunakan oleh antropolog dan telah
tersebar ke masyarakat luas, bahwa antropologi bekerja dan meneliti apa yang
sering disebut dengan kebudayaan. Seringnya istilah ini digunakan oleh
antropolog dalam pekerjaannya, bukan berarti para ahli antropologi mempunyai
pengertian yang sama tentang istilah tersebut.
Antopologi
hukum menggunakan pendekatan secara menyeluruh dalam menyelidiki manusia dan
masyarakatnya dan menemukan bahwa melalui manifestasinya sendiri yang khas,
“hukum” itu selalu hadir dalam masyarakat.
Peranan
Antropologi Hukum
Kalangan ahli antropologi memberi kontribusi yang sangat penting
dan bermakna dalam pengembangan konsep hukum yang secara nyata berlaku dan
dioperasikan dalam kehidupan masyarakat. Hukum dalam perspektif antropologi
dipelajari sebagai produk dari interaksi sosial yang dipengaruhi oleh,
aspek-aspek kebudayaan yang lain, seperti politik, ekonomi, ideologi,
religi, dan lain-lain. (Pospisil, 1971) atau hukum dipelajari sebagai proses
sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat (Moore, 1978). Karena itu,
hukum dalam perspektif antropologi bukan semata-mata berwujud peraturan
perundang-undangan yang diciptakan oleh Negara atau State Law, tetapi juga
hukum dalam wujudnya sebagai peraturan-peraturan okal yang bersumber dari suatu
kebiasaan masyarakat (costumary law/folk
law), termasuk pula didalamnya mekanisme-mekanisme pengaturan dalam
masyarakat (self regulation) yang
juga berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial atau legal order.
Hukum dalam perspektif antropologis merupakan aktivitas kebudayaan yang berfungsi
sebagai sarana pengendalian sosial, atau sebagai alat untuk menjaga keteraturan
sosial dalam masyarakat. Karena itu, hukum dipelajari sebagai bagian yang
integral dari kebudayaan secara keseluruhan, bukan sebagai
institusi otonom yang terpisah dari segi-segi kebudayaan yang lain.
(Pospisil, 1971). Jadi, untuk memahami tempat hukum, dalam struktur masyarakat,
maka harus dipahami terlebih dahulu kehidupan sosial dan budaya masyarakat
tersebut secara keseluruhan. Kenyataan ini memeperlihatkan bahwa hukum menjadi
salah satu produk kebudayaan yang tak terpisahkan dengan segi-segi kebudayaan
yang lain, seperti politik, ekonomi, struktur, dan organisasi sosial, ideologi,
religi dan lain-lain. Sebagai suatu cabang ilmu sejarah, sejarah hukum terus
berkembang dari zaman ke zaman.[5]
3.
Perbandingan Hukum
Perbandingan
hukum adalah suatu metode studi hukum, yang mempelajari perbedaan sistem
hukum antara negara yang satu dengan yang lain. Atau
membanding-bandingkan sistem hukum positif dari bangsa yang satu dengan bangsa
yang lain. Dilihat dari posisi yang demikian itu, orang akan mengatakan ; bahwa
studi perbandingan hukum adalah studi tentang hukum asing.[6]
Perbandingan
hukum yang kita bicarakan sekarang ini dipakai dalam arti membanding-bandingkan
sistem hukum positif dari bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Ilmu
perbandingan hukum dipakai dalam arti yang baru disebutkan ini. Apabila orang
mulai melakukan studi perbandingan terhadap sistem-sistem hukum positif atau
bidang-bidang hukum positif tertentu, maka barang tentu ia melakukannya dengan
bertitik tolak dari hukum positif tertentu. Dilihat dari posisi yang demikian
itu, orang akan mengatakan, bahwa studi perbandingan hukum adalah studi tentang
hukum asing. Memang tidak dapat diingkari bahwa studi perbandingan hukum yang
dilakukan dengan cara mempelajari hukum diluar hukum yang berlaku bagi si
penyidik. Tetapi, dengan cara demikian saja ia tidak dapat dikatakan melakukan
studi perbandingan hukum. Mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari hukum
asing tidak sama dengan melakukan perbandingan hukum. Barulah, pada saat orang
menggarap bahan-bahan yang telah terkumpul itu menurut arah-arah tertentu,
terjadi suatu studi perbandingan hukum.[7]
Menurut
Rudolf D. Schlesinger dalam bukunya Comparative
Law (1959), mengemukakan bahwa perbandingan hukum, merupakan metode
penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam
tentang bahan hukum tertentu. Selanjutnya dikatakan bahwa perbandingan hukum
bukanlah satu perangkat peraturan dan asas-asas hukum, bukan suatu cabang
hukum, melainkan suatu cara menggarap unsur hukum asing yang aktual dalam suatu
masalah hukum.
4.
Sejarah Hukum
Sejarah hukum adalah suatu bidang study hukum yang mempelajari
perkembangan dan asal-usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu dan
memperbandingkan dengan hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan
waktu. Dalam sejarah hukum jugaditekankan bahwa, hukum suatu bangsa adalah
ekspresi jiwa bangsa yang bersangkutan dan oleh karenanya hukum diberbagai
negara berbeda-beda.[8]
Fungsi dan
Kegunaan Sejarah Hukum
a)
Mempertajam
pemahaman dan penghayatan tentang hukum yang berlaku sekarang.
b)
Mempermudah
para pembuat hukum sekarang, menghindari kesalahan dimasa lalu serta mengambil
manfaat dari perkembangan positif hukum dimasa lalu.
c)
Mengetahui
makan hukum positif bagi para akademisi maupun praktisi hukum dengan melakukan
penelusuran dan penafsiran sejarah.
d)
Sejarah
hukum mengungkap atau setidaknya memberi suatu indikasi dari mana hukum
tertentu berasal, bagaimana posisinya sekarang, dan hendak kemana
perkembangannya.
e)
Mengungkapkan
fungsi daaan efektivitas dari lembaga-lembaga hukum tertentu. Artinya, dalam
keadaan yang bagaimana suatu lembaga hukum dapat efektif menyelesaikan
persoalan hukum dan dalam keadaan yang bagaiman pila lembaga tersebut gagal.
Hal ini dapat dilihat dari kenyataan yang ada dalam sejarah hukum tersebut.[9]
5.
Politik Hukum
Politik
hukum adalah aspek-aspek politis yang melatarbelakangi proses pembentukan hukum
dan kebijakan suatu bidang tertentu, sekaligus memengaruhi kinerja
lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait dalam bidang tersebut dalam
mengaplikasikan ketentuan-ketentuan produk hukum, kebijakan, dan menentukan
kebijakan lembaga-lembaga tersebut dalam tataran praktis dan operasional.
Sedemikian pentingnya peranan politik hukum ini sehingga ia dapat menentukan
keberpihakan suatu produk hukum dan kebijakan.
Menurut Padmo Wahjono, Politik Hukum adalah kebijakan penyelenggara negara yang
bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk maupun isi daripada hukum yang
akan dibentuk dan tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan
sesuatu. Dengan demikian, Pengertian
Politik Hukum menurut Padmo
Wahjono berkaitan dengan hukum yang berlaku di masa yang akan
datang (ius constituendum).
Pengertian Politik hukum menurut Teuku
Mohammad Radhie ialah sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa
negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah perkembangan
hukum yang dibangun.[10]
6.
Psikologi Hukum
Psikologi hukum adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan jiwa manusia. Psikologi hukum
mengkaji persepsi-persepsi seseorang tentang berbagai fenomena hukum : contoh
pro kontra pidana mati, pro kontra kriminalisasi pornografi.
Contoh manfaaat psikologi hukum adalah digunakannya alat
psikologi hukum yang dikenal sebagai”pendeteksi kebohongan” yang merupakan
bagian dari “neuro-science” sebagai
salah satu cabang psikologi hukum.
Ada kemiripan objek antara ilmu hukum dan psikologi. Baik hukum
maupun psikologi, keduanya menarik minat terhadap perilaku manusia,
menganalisis perilaku itu, memprediksinya, memahaminya, dan kadang-kadang
mengendalikan perilaku tersebut.[11]
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Hukum Sebagai Kenyataan Dalam Masyarakat
Hukum sebagai kenyataan dalam masyarakat ada 4 point, yaitu :
1.
Hukum dan Kultur
Daniel S. Lev (dalam : Judicial Institution and
Legal Culture, pada bagian akhir karangannya) menuliskan “Dimana
mitos-mitos kultural dan nilai-nilai menekankan cara-cara pengaturan serta
hubungan-hubungan sosial politik yang tidak bertolak dari wilayah hukum yang otonom, maka sebagai konsekuensinya disitu
pranata-pranata hukum akan kurang mampu mengembangkan kekuasaannya yang
independen (mandiri) seperti yang dimiliki di Negara-negara Eropa dan Amerika
Serikat. Tampilannya kekuasaan-kekuasaan birokrasi yang perkasa sekalipun, yang
merupakan unsur esensial bagi adanya sistem hukum yang kuat, tidak akan
menciptakan suatu tanggapan umum yang positif terhadap bekerjanya hukum,
terutama apabila misalnya nilai-nilai patri monial juga tetap bercokol
kuat".
Dari pandangan Daniel
S. Lev, seorang yang banyak meneliti dunia praktik hukum (khususnya dunia
peradilan) di Indonesia, dapat kita ketahui bahwa di Indonesia terjadi suatu
"ketegangan" antara kultur hukum Bangsa Indonesia dengan sistem hukum
yang modern yang kini diterapkan.
2.
Hukum dan Ketertiban
Antara hukum di satu
pihak dengan ketertiban dipihak lain, tidak selamanya cocok atau selaras.
Kadang-kadang antara hukum dengan ketertiban terjadi pertentangan, seperti apa
yang pernah dituliskan oleh Jerome H. Skolnick (dalam
bukunya Justice Without Trial) bahwa hukum tidak hanya merupakan
sarana untuk mencari ketertiban, melainkan ia bisa merupakan lawan dari
ketertiban itu sendiri.
Tentang ketertiban ini, Proudhon (dikutip dari Dennhis Lloyd, 1974:11) mengemukakan : "Kesempurnaan tertinggi dari suatu masyarakat ditemukan dalam bersatunya ketertibasn dan anarkhi.”
Tentang ketertiban ini, Proudhon (dikutip dari Dennhis Lloyd, 1974:11) mengemukakan : "Kesempurnaan tertinggi dari suatu masyarakat ditemukan dalam bersatunya ketertibasn dan anarkhi.”
Adapun pertanyaan
menarik dari Chambliss dan Seidman, yaitu :
"Manakah yang lebih diinginkan, suatu dunia yang serba pasti dimana setiap warganya dapat melakukan antisipasi terhadap akibat-akibat perbuatannya, ataukah suatu dunia yang relatif kurang mengenal kepastian tetapi juga kurang tidak tertib?
"Manakah yang lebih diinginkan, suatu dunia yang serba pasti dimana setiap warganya dapat melakukan antisipasi terhadap akibat-akibat perbuatannya, ataukah suatu dunia yang relatif kurang mengenal kepastian tetapi juga kurang tidak tertib?
3.
Hukum dan Politik
Kekuasaan politik
memiliki karakteristik tidak ingin dibatasi. Sebaliknya hukum memiliki
karakteristik untuk membatasi segala sesuatu melalui aturan-aturannya. Dalam
hubungan antara hukum dan kekuasaan politik, seyogianya hukum membatasi
kekuasaan politik, agar tidak timbul penyalah gunaan kekuasaan dan
kesewenang-wenangan, sebaliknya kekuasaan politik menunjang terwujudnya fungsi
hukum dengan "Menyuntikkan" kekuasaan pada hukum, yaitu dalam wujud
sanksi hukum tadi dapat pula mengganjar aparat kekuasaan politik yang melanggar
hukum. Harus diingat, bahwa setelah hukum memperoleh kekuasaan dari
kekuasaan-politik tadi, hukum juga menyalurkan kekuasaan itu pada
masyarakatnya.
4.
Hukum dan Ekonomi
Hubungan antara sektor
ekonomi dan sektor hukum, tidak hanya berupa pengaturan hukum terhadap
aktivitas perekonomian, melainkan juga bagaimana pengaruh sektor ekonomi
terhadap hukum. Dalam hal ini, sekali lagi kita perlu memandang hukum sebagai
sesuatu yang tidak otonom sifatnya, yang mempunyai hubungan
pengaruh-mempengaruhi secara timbal-balik dengan sektor-sektor non hukum,
termasuk sektor ekonomi.
Jika kita hanya
memandang bagaimana hukum mengatur sektor ekonomi, maka kita berada dalam
bidang hukum ekonomi. Menurut Sumantoro (1986 : 23) hukum ekonomi
adalah seperangkat norma-norma yang mengatur hubungan kegiatan ekonomi, dan
secara substansil sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang digunakan oleh
negara yang bersangkutan (liberalistis, sosialistis atau campuran). Untuk
Indonesia ruang lingkup Hukum Ekonomi mendapatkan dasar dari pasal 33 UUD 1945
dahn GBHN.[12]
B.
Penerapan Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan di Indonesia
Hukum
sebagai kenyataannya hidup di dalam pergaulan hidup manusia dan tercermin dalam
sikap tindak masyarakat untuk mengatur hidup manusia antara manusia yang lain
dalam hubungan timbal balik antara manusia sebagai gejala sosial.
Penerapan
Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan di Indonesia dapat kita lihat dimana hukum
tersebut diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia untuk mengatur
hubungan sosial dalam masyarakat dan Indonesia juga menganut sistem negara
hukum (Rechtstaat) dan juga terdapat Undang-undang yang mengatur negara
tersebut sehingga hukum hidup di dalam pergaulan di negara Indonesia.
C.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Ilmu tentang kenyataan (Seinwissenschaft), yaitu ilmu yang
menyoroti hukum sebagai perilaku atau sikap tindak.
2. Sebagimana telah dikemukakan bahwa ilmu tentang kenyataan atau Tatsachenwissenschaft menyoroti hukum
sebagai perilakuan atau sikap tindak. Termasuk sebagai ilmu-ilmu kenyataan
tentang hukum adalah : sosiologi hukum, antropologi hukum, perbandingan hukum,
sejarah hukum, politik hukum, dan psikologi hukum.
3. Hukum sebagai kenyataan dalam masyarakat
ada 4 point, yaitu : hukum dan kultur, hukum dan ketertiban, hukum dan politik,
serta hukum dan ekonomi.
4. Penerapan Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan di Indonesia dapat kita
lihat dimana hukum tersebut diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Efran Helmi Juni. 2012. Filsafat
Hukum. Bandung : Pustaka Setia.
Hilman Hadikusumah. 2004. Pengantar
Antropologi Hukum. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Juwanda. 2012. Hukum Sebagai Ilmu
Kenyataan. [tersedia] dalam
http://juwandaginting.blogspot.com/2012/06/hukum-sebagai-ilmu-kenyataan.html
NN. 2010. Hukum Sebagai Kenyataan
Dalam Masyarakat. [tersedia] dalam
http://edelwais-hukum.blogspot.co.id/2010/06/hukum-sebagai-kenyataan-dalam.html
Pipin Syarifin. 1999. Pengantar
Ilmu Hukum. Bandung : Pustaka Setia.
Satjipto Rahardjo. 2012. Ilmu
Hukum. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Soedjono Dirdjosisworo. 1994. Pengantar
Ilmu Hukum. Jakarta : Rajawali Pers.
Soerjono Soekanto. 1991. Kegunaan
Sosiologi Hukum bagi Kalangan Hukum. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Wawan Muhwan Hariri. 2012. Pengantar
Ilmu Hukum. Bandung : Pustaka Setia.
[1] Pipin
Syarifin, Pengantar Ilmu hukum, Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm. 76.
[2] Soedjono
Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, hlm.
51.
[3] Soerjono
Soekanto, Kegunaan Sosiologi Hukum bagi Kalangan Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1991, hlm. 6.
[4] Soedjono Dirjosisworo,
Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, hlm. 54.
[5] Hilman
Hadikusumah, Pengantar Antropologi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2004, hlm.6.
[6] Soedjono
Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, hlm.
54.
[7] Satjipto
Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya bakti, Bandung, 2012, hlm. 394.
[8] Soedjono
Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, hlm.
58.
[9]
http://juwandaginting.blogspot.com/2012/06/hukum-sebagai-ilmu-kenyataan.html
(Diakses oleh Kiki Rijki Awan pada tanggal 12 November 2015 pukul 16:00 WIB)
[10] Wawan Muhwan
Hariri, Pengantar ilmu Hukum, Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm. 153.
[11] Soedjono Dirjosisworo,
Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, hlm. 57.
[12]
http://edelwais-hukum.blogspot.co.id/2010/06/hukum-sebagai-kenyataan-dalam.html
(Diakses oleh Enung Nurohmah pada tanggal 10 November 2015 pukul 06:13 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar