Rabu, 02 Desember 2015

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pembentukan Perundang-Undangan

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Secara teoritis, Pancasila merupakan falsafah negara (philosofische gronslag). Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara dan dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Ada lima prinsip sebagai philosofische grondslag bagi Indonesia, yaitu kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau peri-kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial dan ketuhanan yang berbudaya.
Dari sudut sejarah, Pancasila sebagai dasar negara pertama-tama diusulkan oleh Ir.Soekarno pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, yaitu pada waktu membahas Pancasila sebagai dasar negara. Sejak saat itu pula Pancasila digunakan sebagai nama dari dasar falsafah negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, meskipun untuk itu terdapat beberapa tata urut dan rumusan yang berbeda.
Pancasila sebagai dasar negara, hal ini berarti bahwa setiap tindakan rakyat dan Negara Indonesia harus sesuai dengan Pancasila. Secara historis, Pancasila diambil dari budaya bangsa Indonesia sendiri, sehingga mempunyai fungsi dan peranan yang sangat luas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal, sehingga harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk pembentukan peraturan perundang-undangan yang diarahkan untuk mencapai tujuan negara harus berpijak kepada nilai-nilai Pancasila. Makalah ini akan membahas tentang nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.


B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana implementasi Pancasila dalam peraturan perundang-undangan?
2.    Bagaimana implementasi nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan perundang-undangan di Indonesia?
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Nilai-Nilai Pancasila Dalam Peraturan Perundang-undangan

Indonesia sebagai negara hukum, berarti segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasar atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pembangunan sistem hukum nasional diharapkan lahir produk hukum yang demokratis, yaitu tercapainya keadilan, ketertiban, keteraturan sebagai prasyarat untuk dapat memberikan perlindungan bagi rakyat dalam memperoleh keadilan dan ketenangan.
Dalam pembentukan sistem hukum nasional, termasuk peraturan perundang-undangan harus memperhatikan nilai negara yang terkandung dalam Pancasila, karena nilai tersebut merupakan harapan-harapan, keinginan dan keharusan. Nilai berarti sesuatu yang ideal, merupakan sesuatu yang dicita-citakan, diharapkan dan menjadi keharusan. Notonagoro, membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu pertama, nilai materiil. Segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan material manusia. Kedua, nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan kegiatan atau aktivitas. Ketiga, nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong nilai-nilai kerokhanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital.[1]
Nilai yang terkandung dalam Pancasila bersifat universal, yang diperjuangkan oleh hampir semua bangsa-bangsa di dunia. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila memiliki daya tahan dan kemampuan untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 merupakan wujud cita hukum Indonesia, yaitu Pancasila.

A.  Nilai-Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan landasan spiritual, moral dan etik. Salah satu ciri pokok dalam negara hukum Pancasila ialah adanya jaminan terhadap kebebasan beragama (freedom of religion). Mochtar Kusumaatdja berpendapat, asas ketuhanan mengamanatkan bahwa tidak boleh ada produk hukum nasional yang bertentangan dengan agama atau menolak atau bermusuhan dengan agama. Dalam proses penyusuan suatu peraturan perundang-undangan, nilai ketuhanan merupakan pertimbangan yang sifatnya permanem dan mutlak. 
Dalam negara hukum Pancasila tidak boleh terjadi pemisahan antara agama dan negara, karena hal itu akan bertentangan dengan Pancasila. Kebebasan beragama dalam arti positif, ateisme tidak dibenarkan. Komunisme dilarang, asas kekeluargaan dan kerukunan. Terdapat dua nilai mendasar, yaitu pertama, kebebasan beragama harus mengacu pada makna yang positif sehingga pengingkaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak dibenarkan; kedua, ada hubungan yang erat antara agama dan negara.
Negara hukum Pancasila berpandangan bahwa manusia dilahirkan dalam hubungannya atau keberadaanya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Para pendiri negara menyadari bahwa negara Indoneia tidak terbentuk karena perjanjian melainkan atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas.
Berdasarkan nilai Ketuhanan yang Maha Esa, maka negara hukum Pancasila melarang kebebasan untuk tidak beragama, kebebasan anti agama, menghina ajaran agama atau kitab-kitab yang menjadi sumber kepercayaan agama ataupun mengotori nama Tuhan. Elemen inilah yang menunjukkan salah satu elemen yang menandakan perbedaan pokok antara negara hukum Indonesia dengan hukum Barat. Dalam pelaksanaan pemerintahan negara, pembentukan hukum, pelaksanaan pemerintahan serta peradilan, dasar ketuhanan dan ajaran serta nilai-nilai agama menjadi alat ukur untuk menentukan hukum yang baik atau hukum buruk bahkan untuk menentukan hukum yang konstitusional atau hukum yang tidak konstitusional.
Nilai Ketuhanan yang maha Esa menunjukkan nilai bahwa negara mengakui dan melindungi kemajemukan agama di Indonesia. Negara mendorong warganya untuk membangun negara dan bangsa berdasarkan nilai-nilai ketuhanan. Sila pertama dari Pancasila, secara jelas ditindaklanjuti Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketentuan ini menjadi dasar penghormatan dasar untuk memperkuat persatuan dan persaudaraan.

B.  Nilai-Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab menunjukkan bahwa manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan nilai tersebut, dikembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. Berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, maka Indonesia menentang segala macam bentuk eksploitasi, penindasan oleh satu bangsa terhadap bangsa lain, oleh satu golongan terhadap golongan lain, dan oleh manusia terhadap manusia lain, oleh penguasa terhadap rakyatnya.
Kemanusian yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian dan mengajarkan untuk menghormati harkat dan martabat manusia dan menjamin hak-hak asasi manusia. Nilai ini didasarkan pada kesadaran bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa dirinya bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain.
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, mengandung pemahaman hukum bahwa setiap warga Indonesia lebih mengutamakan prinsip manusia yang beradab dalam lingkup nilai keadilan. Kemanusiaan yang beradab mengandung bahwa pembentukan hukum harus menunjukkan karakter dan ciri-ciri hukum dari manusia yang beradab. Hukum baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan setiap putusan hukum harus sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Perlakuan terhadap manusia dalam Pancasila berarti menempatkan sekaligus memperlakukan setiap manusia Indonesia secara adil dan beradab.
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab membawa implikasi bahwa negara memperlakukan setiap warga negara atas dasar pengakuan dan harkat martabat manusia dan nilai kemanusiaan yang mengalir kepada martabatnya.

C.  Nilai-Nilai Persatuan
Sila Persatuan Indonesia mengandung nilai bahwa Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Persatuan Indonesia terkait dengan paham kebangsaan untuk mewujudkan tujuan nasional. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa. Dalam pandangan Mochtar Kusumaatmadja, nilai kesatuan dan persatuan mengamanatkan bahwa hukum Indonesia harus merupakan hukum nasional yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bagi bangsa Indonesia yang majemuk, semangat persatuan yang bersumber pada Pancasila menentang praktik-praktik yang mengarah pada dominasi dan diskriminasi sosial, baik karena alasan perbedaan suku, asal-usul maupun agama. Asas kesatuan dan persatuan selaras dengan kenyataan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman. Semangat persatuan Indonesia menentang segala bentuk separatisme dan memberikan tempat pada kemajemukan.    
Sila Persatuan Indonesia, mengandung pemahaman hukum bahwa setiap peraturan hukum mulai undang-undang hingga putusan pengadilan harus mengacu pada terciptanya sebuah persatuan warga bangsa. Dalam tataran empiris munculnya nilai baru berupa demokratisasi dalam bernegara melalui pemilihan langsung harus selaras dengan sila Persatuan Indonesia. Otonomi daerah yang tampaknya lebih bernuansa negara federal harus tetap dalam bingkai negara kesatuan. Semangat untuk membelah wilayah melalui otonomi daerah tidak boleh mengalahkan semangat persatuan dan kesatuan wilayah.
Persatuan Indonesia merupakan implementasi nasionalisme, bukan chauvinisme daan bukan kebangsaan yang menyendiri. Nasionalisme menuju pada kekeluargaan bangsa-bangsa, menuju persatuan dunia, menuju persaudaraan dunia. Nasionalisme dengan internasionalisme menjadi satu terminologi, yaitu sosio nasionalisme.

D.  Nilai-Nilai Kedaulatan Rakyat
Nilai persatuan Indonesia bersumber pada asas kedaulatan rakyat, serta menentang segala bentuk feodalisme, totaliter dan kediktatoran oleh mayoritas maupun minoritas. Nilai persatuan Indonesia mengandung makna adanya usaha untuk bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nilai keadulatan rakyat menjadi dasar demokrasi di Indonesia. Nilai ini menunjuk kepada pembatasan kekuasaan negara dengan partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan. Nilai-nilai demokratik mengandung tiga prinsip, yaitu pembatasan kekuasaan negara atas nama hak asasi manusia, keterwakilan politik dan kewarganegaraan.  
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, menunjukkan manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Setiap warga negara dalam menggunakan hak-haknya harus menyadari perlunya selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan masyarakat. Kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan mendambakan terwujudnya masyarakat yang demokratis, maka gerakan massa yang terjadi harus dilakukan dengan cara-cara yang demokratis. 
Kedudukan hak dan kewajiban yang sama, tidak boleh ada satu kehendak yang dipaksakan kepada pihak lain. Sebelum mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlebih dahulu diadakan musyawarah. Musyawarah untuk mencapai mufakat ini diliputi oleh semangat kekeluargaan, yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Manusia Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan menerima dan melaksanakan dengan itikad baik dan rasa tanggungjawab.
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Penyelenggaraan negara yang demokratis merupakan cita-cita dari negara modern.

E.  Nilai-Nilai Keadilan Sosial
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menunjukkan bahwa  manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam masyarakat Indonesia. Keadilan sosial memiliki unsur pemerataan, persamaan dan kebebasan yang bersifat komunal  
Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain. Nilai keadilan sosial mengamatkan bahwa semua warga negara mempunyai hak yang sama dan bahwa semua orang sama di hadapan hukum. 
Dengan sikap yang demikian maka tidak ada usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain, juga untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan hidup bergaya mewah serta perbuatan-perbuatan lain yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. Demikian juga dipupuk sikap suka kerja keras dan sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama. Kesemuanya itu dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung nilai-nilai bahwa setiap peraturan hukum, baik undang-undang maupun putusan pengadilan mencerminkan semangat keadilan. Keadilan yang dimaksudkan adalah semangat keadilan sosial bukan keadilan yang berpusat pada semangat individu. Keadilan tersebut haruslah dapat dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, bukan oleh segelintir golongan tertentu.
Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah maupun batiniah.
Penegakan hukum dan keadilan ini ialah wujud kesejahteraan manusia lahir dan batin, sosial dan moral. Kesejahteraan rakyat lahir batin, terutama terjaminnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, yaitu sandang, pangan, papan, rasa keamanan dan keadilan, serta kebebasan beragama/kepercayaan. Cita-cita keadilan sosial ini harus diwujudkan berdasarkan UUD dan hukum perundangan yang berlaku dan ditegakkan secara melembaga berdasarkan UUD 1945.
Dalam pandangan Bagir Manan, kekuasaan kehakiman di Indonesia memiliki beberapa karakter yang harus dipahami oleh hakim sehingga dapat mewujudkan nilai keadilan sosial. Peradilan berfungsi menerapkan hukum, menegakkan hukum dan menegakkan keadilan berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan peradilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan; segala bentuk campur tangan dari luar kekuasaan kehakiman dilarang. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang, tidak ada seorangpun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang ditentukan baginya oleh undang-undang.



BAB III
PEMBAHASAN

A.      Implementasi Pancasila Dalam Peraturan Perundang-Undangan
1.    Penuangan Pancasila didalam UUD
Isi UUD secara keseluruhan dimaksudkan mengatur rambu-rambu pokok untuk mengolaborasi empat kaidah penuntun hukum Pancasila yang kemudian dilembagakan dari pusat sampai ke daerah-daerah harus dijadikan pedoman dalam pembuatan peraturan perundang-undangan lainnya.
a)    Penuntun pertama
Semua peraturan perundang-undangan harus menjamin integrasi atau keutuhan ideologi dan teritori negara dan bangsa Indonesia.
b)   Penuntun kedua
Negara harus diselenggarakan dalam keseimbangan antara prinsip demokrasi dan nomokrasi.
c)    Penuntun ketiga
Negara harus menjamin keadilan sosial.
d)   Penuntun keempat
Negara harus menjamin tegaknya toleransi beragama yang berkeadaban.
Jika dilihat dari urut-urut Pancasila maka penuangan isi Pancasila didalam UUD 1945 juga tampak jelas. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diatur didalam pasal 29 dan pasal 28; sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab diatur didalam pasal-pasal 28; sila Persatuan Indonesia diatur dalam pasal 1 ayat (1), pasal 30, dan pasal 37 ayat (5); sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan diatur didalam pasal 2, pasal 5, pasal 18, pasal 20, pasal 22; sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia diatur didalam pasal 28, pasal 33, dan pasal 34. Pasal-pasal lain didalam UUD 1945 semuanya dibuat untuk mendukung pelaksanaan semua sila Pancasila tersebut.
2.    Penuangan didalam Peraturan Perundang-Undangan dibawah UUD
Sangatlah sulit untuk menilai atau mengukur satu persatu, apakah isi perundang-undangan dibawah UUD itu benar-benar merupakan penuangan Pancasila atau bukan, karena jumlahnya mencapai ribuan. Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa sudah ada instrumen hukum dan politik yang mengatur agar semua peraturan perundang-undangan memuat isi yang secara berjenjang konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang pada tataran puncaknya harus bersumber pada Pancasila.
3.    Prolegnas dan Prolegda
Agar didalam pembuatan UU dan Perda terbangun konsistensi isi dengan Pancasila dan UUD maka pada saat ini di Indonesia telah ditetapkan keharusan adanya Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah (Prolegda). Keharusan adanya Prolegnas dan Prolegda dimaksudkan agar semua UU dan Perda yang akan dibuat dapat dinilai lebih dulu kesesuaiannya dengan Pancasila dan UUD 1945 melalui perencanaan dan pembahasan yang matang. Dengan demikian, Prolegnas dan Prolegda menjadi penyaring isi (penuangan) Pancasila dan UUD didalam UU dan Perda.
4.    Judicial Review
Ketentuan tentang penuangan Pancasila ke dalam peraturan perundang-undangan dan instrumen pengawasannya melalui judicial review di Indonesia pada saat ini sudah cukup diatur dengan berbagai instrumen konstitusi dan hukum.menurut pasal 24C UUD 1945 Mahkamah Konstitusi (MK) mempunyai hak pengujian UU terhadap UUD sedangkan Mahkamah Agung (MA) menurut pasal 24A UUD 1945 melakukan pengujian peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
B.       Implementasi Pancasila Dalam Pembentukan Perundang-Undangan di Indonesia
Pernyataan Pancasila sebagai falsafah hidup menginginkan agar moral Pancasila menjadi moral kehidupan negara dalam arti menuntut penyelenggara dan penyelenggaraan negara menghargai dan menaati prinsip-prinsip moral atau etika politik. Sebagai konsekuensinya, negara tunduk kepada moral dan wajib mengamalkannya. Moral menjadi norma tindakan dan kebijaksanaan negara sehingga perlu dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, moral Pancasila memberikan inspirasi dan menjadi pembimbing dalam pembuatan undang-undang yang mengatur kehidupan negara, menetapkan lembaga-lembaga negara dan tugas mereka masing-masing, serta hubungan kerjasama diantara mereka, hak-hak dan kedudukan warga negara, dan hubungan warga negara dan negara dalam iklim dan semangat kemanusiaan.[2]
Nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara khususnya implementasi dalam peraturan perundang-undangan nampak belum sepenuhnya diimplementasikan. Keadaan tersebut disebabkan oleh beberapa aspek antara lain; masih adanya birokrasi yang tetap mempertahankan aturan perundang-undangan yang lama, karena meng-enak-kan diri dan kelompoknya. Masih diakomodirnya aturan perundang-undangan eks Hindia Belanda yang diadopsi sebagai peraturan perundang-undangan RI. Masih ditemukan peran pendonor yang mendikte substansi dalam penyusunan undang-undang baik itu berasal dari inisiatif pemerintah maupun inisiatif DPR-RI. Pemegang kekuasaan negara, lembaga pemerintahan lainnya dan warga negara belum semuanya tunduk dan taat terhadap hukum negara dan masih kuatnya ego sektoral dalam pembuatan perundang-undangan.
Adanya peraturan perundang-undangan yang dalam penyusunannya tidak berpedoman kepada nilai-nilai Pancasila mengakibatkan undang-undang tersebut tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, sehingga kesejahteraan dan keadilan yang seharusnya menjiwai peraturan tersebut tidak nampak, keadaan ini pada gilirannya akan memperlemah Ketahanan Nasional.[3]
BAB IV
SIMPULAN

Pancasila sebagai dasar mengatur pemerintahan negara dan dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara harus dapat diimplementasikan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, Pancasila merupakan landasan filosofis yaitu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum.
Negara hukum berkembang sangat dinamis, mengikuti perkembangan politik, ekonomi dan sosial Perkembangan negara hukum Indonesia mengarah pada penguatan unsur negara hukum. Pengembangan negara hukum Indonesia pada masa yang akan datang adalah negara hukum yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai tersebut antara lain, ketuhanan yang maha Esa, keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan, hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara, prinsip musyawarah mufakat dan peradilan menjadi sarana mewujudkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.   
Pengembangan negara hukum Indonesia pada masa yang akan datang harus lebih bersifat substansial, yaitu menjamin terwujudnya negara berdasar atas hukum dan perlindungan hak asasi manusia, menjamin terwujudnya kehidupan kenegaraan yang demokratis, mempercepat terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan menjamin terwujudnya pemerintahan yang layak. Dalam konteks pengembangan negara hukum yang demokratis perlu dilakukan penataan kelembagaan negara agar mampu mewujudkan tujuan bernegara, berdemokrasi dan hukum.


DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma.
Modul BS Pancasila dan UUD NRI 1945. Lemhannas 2014.
Mahfud. 2015. Penuangan Pancasila di Dalam Peraturan Perundang-Undangan.
[tersedia] dalam http://www.mahfudmd.com/public/makalah
NN. 2015. Penerapan Pancasila Dalam Pembentukan Perundang-Undangan. [tersedia] dalam http://www.fhumj.org/berita_info/berita_detail/16





[1] Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta : Paradigma, 2004, hlm. 89.
[2] Modul BS Pancasila dan UUD NRI 1945. Lemhannas 2014. Hal 62.
[3] Modul BS Pancasila dan UUD NRI 1945. Lemhannas 2014. Hal 62.

Paragraf dan Teknik Pengembangannya

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Umumnya kesulitan pertama membuat karya tulis ilmiah adalah mengungkapkan pikiran menjadi kalimat dalam bahasa ilmiah. Sering dilupakan perbedaan antara paragraf dan kalimat. Suatu kalimat dalam tulisan tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan dengan kalimat lain yang membentuk paragraf. Paragraf merupakan sebuah karangan yang membangun satuan pikirran sebagai pesan yang disampaikan oleh penulis dalam karangan.
Dalam membuat suatu paragraf kita harus mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam sebuah paragraf. Paragraf yang akan dibuat harus dapat mempunyai kepaduan antara paragraf yang lain. Kepaduan paragraf dapat terlihat melalui penyusunan kalimat secara logis dan melalui ungkapan-ungkapan pengait antar kalimat. Disini kita dituntut agar mampu membuat suatu paragraf dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dari paragraf?
2.    Apa tujuan dari menulis paragraf?
3.    Bagaimana pembagian paragraf menurut jenisnya?
4.    Bagaimana penjelasan paragraf berdasarkan penalaran, teknik pemaparan, dan isinya?





BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian Paragraf
Paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik. Kalimat-kalimat dalam paragraf memperlihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai keterkaitan dalam membentuk gagasan atau topik tersebut. Sebuah paragraf mungkin terdiri atas sebuah kalimat, mungkin terdiri atas dua buah kalimat, mungkin juga lebih dari dua buah kalimat. Bahkan, sering kita temukan bahwa suatu paragraf berisi lebih dari lima buah kalimat. Walaupun paragraf itu mengandung beberapa kalimat, tidak satu pun dari kalimat-kalimat itu yang memperkatakan soal lain. Seluruhnya memperbincangkan satu masalah atau sekurang-kurangnya bertalian erat dengan masalah itu.[1]
Contoh :
Sampah selamanya selalu memusingkan. Berkali-kali masalahnya diseminarkan dan berkali-kali pula jalan pemecahannya dirancang. Namun, keterbatasan-keterbatasan yang kita miliki tetap menjadikan sampah sebagai masalah yang pelik. Pada waktu seminar-seminar itu berlangsung, penimbunan sampah terus terjadi. Hal ini mengundang keprihatinan kita karena masalah sampah banyak sedikitnya mempunyai kaitan dengan masalah pencemaran air dan banjir. Selama pengumpulan, pengangkutan, pembuangan akhir, dan pengolahan sampah itu belum dapat dilaksanakan dengan baik, selama itu pula sampah jadi masalah.
 
 









Paragraf ini terdiri atas enam kalimat. Semua kalimat itu membicarakan soal sampah. Oleh sebab itu, paragraf itu mempunyai topik “masalah sampah” karena pokok permasalahan dalam paragraf itu adalah masalah sampah.
Topik paragraf adalah pikiran utama di dalam sebuah paragraf. Semua pembicaraan dalam paragraf itu terpusat pada pikiran utama ini. Pikiran utama itulah yang menjadi topik persoalan atau pokok pembicaraan. Oleh sebab itu, ia kadang-kadang disebut juga gagasan pokok di dalam sebuah paragraf. Dengan demikian, apa yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah paragraf, itulah topik paragraf. Topik paragraf dijabarkan dalam kalimat topik atau kalimat utama.
Paragraf selalu dimulai dengan garis baru, dan permulaan garis baru itu biasanya diberi indentasi. Artinya, tulisan atau ketikan tidak dimulai langsung dari garis pinggir, tetapi dimasukkan ke dalam beberapa ketukan spasi. Pada sistem yang tidak menggunakan indentasi, seperti yang kita dapati dalam surat-surat dagang dan surat-surat resmi, jarak antara satu paragraf dengan paragraf berikutnya dijarangkan, dibiarkan ada satu baris yang kosong, di-lingkap satu baris.[2]

B.       Tujuan Menulis Paragraf
Suatu karangan yang baik dan sistematis terbentuk dari keterpautan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya sehingga menjadi kalimat yang utuh yang memiliki satu kesatuan yang jelas. Selain itu, karangan yang baik juga terbentuk dari keterpautan antarparagraf yang satu dengan paragraf yang lain. Seorang pengarang akan menuliskan gagasannya melalui penulisan paragraf dengan tujuan agar karangannya dapat difungsikan sebagai pengantar, transisi, dan penutup.
Adanya paragraf dalam setiap wacana atau karangan tentu mengandung maksud atau tujuan tertentu. Tujuan paragraf itu antara lain sebagai berikut :
1.    Untuk memudahkan pengertian dan pemahaman pembaca, yaitu adanya gagasan yang dipilih-pilih di dalam satuan kecil. Kesatuan kecil itu dibungkus di dalam paragraf. Kemudian paragraf-paragraf itu secara bersama-sama menjunjung topik yang lebih besar. Kalau sebuah tulisan yang panjang tidak dipenggal ke dalam paragraf-paragraf, maka akan terjadi kesulitan besar bagi pembaca dalam mengikuti jalan pikiran penulis. Penulis juga akan kesulitan untuk memberikan tekanan didalam menyampaikan topik, sebab hanya melalui paragraf, penulis dapat memberikan penekanan bagian yang inti dan bagian yang sifatnya hanya berupa penjelas atau pendukung.
2.    Untuk memisah bagian uraian, penulis dapat secara jelas memperlihatkan langkah atau gerakan pikiran dari satu tahap ke tahap lain. Ditinjau dari segi pembaca, hal ini memudahkan mereka berhenti lebih lama dari perhentian akhir kalimat.[3]

C.       Pembagian Paragraf Menurut Jenisnya
Dalam sebuah karangan (komposisi) biasanya terdapat tiga macam paragraf jika dilihat dari segi jenisnya.[4]
1.    Paragraf Pembuka
Paragraf ini merupakan pembuka atau pengantar untuk sampai pada segala pembicaraan yang akan menyusul kemudian. Oleh sebab itu, paragraf pembuka harus dapat menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menghubungkan pikiran pembaca kepa masalah yang akan disajikan selanjutnya. Salah satu cara untuk menarik perhatian ini adalah dengan mengutip pernyataan yang memberikan rangsangan dari para orang terkemuka atau orang yang terkenal.

2.    Paragraf Pengembang
Paragraf pengembang atau paragraf penghubung ialah paragraf yang terletak antara paragraf pembuka dan paragraf yang terakhir sekali di dalam bab atau anak bab itu. Paragraf ini mengembangkan pokok pembicaraan yang dirancang. Dengan kata lain, paragraf pengembang mengemukakan inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh sebab itu, satu paragraf dan paragraf lain harus memperlihatkan hubungan yang serasi dan logis. Paragraf itu dapat dikembangkan dengan cara  ekspositoris, deskriptif, naratif atau argumentatif yang akan dibicarakan pada halaman-halaman selanjutnya.

3.    Paragraf Penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang terdapat pada akhir karangan atau pada akhir suatu kesatuan yang lebih kecil di dalam karangan itu. Biasanya, paragraf penutup berupa simpulan semua pembicaraan yang telah dipaparkan pada bagian-bagian sebelumnya.

D.      Syarat-Syarat Paragraf
Paragraf yang baik harus memiliki dua ketentuan, yaitu kesatuan paragraf dan kepaduan paragraf.[5]
1.    Kesatuan Paragraf (Kohesif)
Dalam sebuah paragraf hanya ada satu pokok pikiran. Oleh karena itu, kalimat yang terbentuk paragraf perlu disusun secara sistematis agar kalimat-kalimat tersebut mendukung ide pokok. Kalau ada kalimat yang tidak mendukung ide pokok disebut kalimat sumbang.

2.    Kepaduan Paragraf (Koherensif)
Kepaduan kalimat dalam sebuah paragraf akan terlihat dari susunannya yang logis dan sistematis. Hal ini ditandai dengan adanya kata pengait antarkalimat yang mendukung ide pokok. Kata pengait itu dapat berupa ungkapan penghubung atau transisi. Dengan adanya ungkapan penghubung tersebut di dalam paragraf menimbulkan beberapa hubungan antarkalimat. Selain itu, dalam paragraf dapat digunakan kata transisi berupa kata ganti dan kata kunci. jadi, agar paragraf menjadi padu digunakan pengait paragraf, yaitu berupa ungkapan penghubung transisi; kata ganti; atau kata kunci (pengulangan kata yang dipentingkan).

E.       Paragraf Berdasarkan Penalaran (Letak Kalimat Utama)
Berdasarkan kalimat utamanya, maka ada tiga jenis dalam pengembangan paragraf. Ketiga pola tersebut adalah sebagai berikut.
1.    Paragraf Deduktif
Paragraf dengan cara pengembangan dari hal yang umum atau kalimat topik ke hal yang khusus atau kalimat pengembangan dinamakan paragraf deduktif.[6]
Harga sebagian bahan pokok naik. Sekarang beras berharga Rp 7.800,00/kg yang berkategori bagus. Gula pasir melonjak dari Rp 8.600,00/kg menjadi Rp 11.200,00/kg. Minyak tanah dari harga Rp 6.600,00/liter menjadi Rp 8.500,00/liter. Terigu kini mencapai Rp7.600,00/kg padahal minggu lalu maish Rp 6.000,00/kg.
 
Contoh:





Apabila kita memperhatikan paragraf diatas, kalimat yang paling umum sifatnya ialah kalimat pertama, yaitu harga sebagian bahan pokok bergerak naik. Kalimat-kalimat selanjutnya adalah kalimat-kalimat penjelas yang fungsinya menjelaskan gagasan utama pada kalimat pertama
Berpenampilan indah adalah salah satu bentuk ibadah. Dengan berpenampilan menawan kita menebarkan kebahagian kepada orang lain. Juga sebagai bentuk pertanggungjawaban pada sang pencipta bahwa tubuh yang dititipkan harus dipelihara dan disyukuri. Berpenampilan indah tidak identik dengan busana trendi nan mahal. Tampilan bersahaja namun berkesan indah dimata siapapun. Sesungguhnya Tuhan itu pencipta keindahan.
 
Contoh lain:






Bila, posisi kalimat utama di awal paragraf, berarti penulis mengemukakan kesimpulan terlebih dahulu, baru kemudian dijelaskan dengan rincian terlebih dahulu, baru kemudian dijelaskan dengan rincian, keterangan, dalam kalimat-kalimat penjelas.
Paragraf Deduktif               Kalimat umum             Kalimat khusus

2.    Paragraf Induktif
Penulisan paragraf yang dimulai dengan penjelasan dari hal khusus ke hal umum sehingga kalimat topik di akhir paragraf disebut paragraf induktif.[7]
Memberi contoh dan mengarahkan cara berbahasa yang benar kepada anak didik itu merupakan guru bahasa Indonesia. Hal tersebut sangat keliru. Tindak berbahasa adalah perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus tidak hanya waktu pelajaran bahasa Indonesia saja, tetapi juga pada mata pelajaran yang lain juga. Dengan demikian sudah selayaknya bahwa pembinaan berbahasa pada anak didik itu dilakukan oleh guru-guru.
 
Contoh:






Dalam paragraf induktif posisi kalimat utama berada di akhir paragraf, sekaligus merupakan kesimpulan paragraf tersebut. Kalimat yang merupakan simpulan dimulai dengan kata : Dengan demikian sudah selayaknya bahwa pembinaan berbahasa pada anak didik itu dilakukan. Dan inilah kaliamat utama/kalimat topik.
Agama mengatur cara berhubungan antara manusia dengan Sang Pencipta. Agama mengatur hubungan manusia dengan sesamanya bahkan dengan seluruh alam semesta, bumi, folara dan fauna. Seandainya semua umat beragama mematuhi ajaran agama yang dianutnya niscaya hidup ini damai penuh kasih. Semua agama mengajarkan kasih dan melarang perbuatan keji. Setiap agama besar mengajarkan nilai-nilai luhur bagi kehidupan umat manusia.
 
Contoh lain:






Bila posisi kalimat utama berada diakhir paragraf, berarti penulis menguraikan dulu rincian, keterangan atau contoh dalam beberapa kalimat penjelas. Kalimat utama yang berupa simpulan berada di akhir paragraf. 
Paragraf Induktif              Kalimat khusus             Kalimat umum

3.    Paragraf Campuran
Paragraf yang dimulai dengan kalimat topik atau hal umum kemudian dijelaskan oleh hal khusus atau kalimat pengembang dan diakhiri topik sebagai penekanan pada pikiran pokok pada kalimat topik pertama. Urutan penyusunan berpikir yang demikian disebut paragraf campuran.[8]
Contoh:
Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD bersifat pengawasan politik, dan dilanjutkan kebijakan strategis, bukan pengawasan teknis maupun administratif, sebab DPRD adalah lembaga politik. Selaian DPRD ada dua macam institusi pengawasan lainya yang mengawasi teknis dan administrasi yaitu SPI seperti Inspektorat Kabupatan/Kota dan SE seperti BPK dan BPKP jadi, jelaslah keliru bila DPRD melakasanakan pengawasan dalam hal administrasi keuangan secara teknis, tetapi kewenangan DPRD hanya yang menyangkut politik dan kebijaksanaan strategis saja.
 
 









Bila posisi kalimat utamanya berada di awal paragraf lalu diulangi lagi kalimat utama tersebut di akhir paragraf (walaupun unsur kalimatnya tidak identik).[9]



F.        Paragraf Berdasarkan Teknik Pemaparannya
1.    Deskriptif
Paragraf deskriptif berisi gambaran yang ditangkap melalui apa yang terlihat atau tertangkap  panca indera. Paragraf ini juga bersifat tata ruang atau tata letak. Contoh: Atau paragraf deskriptif juga : Isinya menggambarkan atau melukiskan dengan kata-kata suatu keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat dan merasakan suasana tersbut.
Garut adalah sebuah kota di Priangan, yang terletak dipulau Jawa  yang merupakan salah satu di kepulauan Asia Pasifik. Seandainya pulau Jawa yang dianugrahi oleh Allah tanah yang subur dan pemandangan yang indah kita umpamakan seikat cincin zamrud, maka Garut adalah pusat dari cincin itu yang merupakan permata yang tiada tandinganya. Garut terletak di sebuah, ketinggiannya dari permukaan laut mencapai 2363 kaki, sedangkan jaraknya dari Betawi sekitar 253 km dan dapat ditempuh dengan kereta api selama kurang lebih tujuh setengah jam. Ada kereta api khusus yang menuju ke Garut dari stasiun Cibatu yang merupakan stasiun tersebasr kedua untuk kereta api ekspres yang berangkat dari Bandung ke Surabaya.
(Assegaf, novel Gadis Garut, 1997:1)
 
Contoh:










Seperti paragraf diatas disebut paragraf deskripsi karena menggambarkan sebuah objek yaitu garut yang digambarkan dari mulai letaknya, keindahan alamnya, sampai alat transportasi yang dapat di pergunakaan menuju Garut.
Contoh lain:
Pohon jambu air di halaman rumah nenek yang luas sedang berbuah. Sepintas seperti tak berdaun karena lebatnya buah yang bergelayut di antara ranting dan dahan. Warna buahnya merah tentang berkilat ranum. Kontras dengan warna semut hitam yang tak mau kalah beriringan menyelinap di antara gerombol buah dan hijaunya.
 
 






Paragraf ini juga disebut paragraf deskripsi karena menggambaran dan melukiskan sebuah objek yaitu Pohon jambu air yang digambarkan mulai dari Pohon jambu air di halaman rumah nenek yang luas sedang berbuah dan buah yang bergelayut di antara ranting dan dahan.

2.    Ekspositoris
Paragraf eksposisi disebut juga paragraf paparan berdasarkan tampilan satu objek yang perwujudannya tertuju pada satu unsur saja berdasarkan pengembangn kronologisnya.
Contoh :
Jumlah penduduk kota Gorontalo berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 mencapai 180.127 orang. Jumlah penduduk laki-laki 88.283 orang dan penduduk perempuan berjumlah 91.844 orang, dengan kepadatan penduduk 2.780 orang per km persegi.
(Kadir, Laporan Akhir,2012,3)
 
 






Paragraf eksposisi adalah paragraf yang memaparkan sejumlah pengetahuan dan informasi. Misalnya, paragraf diatas disebut paragraf eksposisi karena berisi pemaparan sesuatu, yaitu memaparkan jumlah penduduk kota Gorontalo berdasarkan sensus penduduk tahun 2010.
Contoh lain:
Gulungan kain dari pabrik itu dibeli dengan harga sangat murah karena produk afkir. Disortirlah  bahan yang maish bagus. Dibuatnya desain, meniru model baju di butik atau disrto kenamaan yang menjual baju remaja eksklusif. Dedi tak bisa menjahit. Diupahkanya pada penjahit kampung yang pekerjaanya cukup berkelas tapi ongkosnya rendah. Modal tiap  baju hanya Rp 60.00,-. Tapi laku dijual Rp 300.00,-. Itulah kreativitas! Kini dedi yang baru lulus SMK, merambah pasar ekspor.
 
 







Paragraf diatas juga memaparkan, mengekspos suatu kejadian atau proses dengan tujuan memberi kejelasan kepada pembacanya.



3.    Argumentatif
Paragraf ini mengandung analisis yang mempertengahkan sebab dan akibat sesuai peristiwa itu terjadi.[10] Paragraf ini bisa juga membujuk atau meyakinkan pembaca satu hal. Jenis tulisan ini bertujuan untuk mempengaruhi pikiran pembaca agar mengikuti gagasan penulis dengan mengemukakan argumen dan bukti-bukti menguatkan pendapatnya.[11]
Camat sebagai pimpinan tertinggi organisasi pemerintahan di kecamatan memegang peranan yang sangat penting terhadap maju mundurnya suatu kecamatan. Untuk itu, camat mempunyai kewajiban dan wewenang menggerakan dan memberikan arahan kepada bawahanya agar dapat memberikan pelayanan terbaik terhadap masyarakat.
(Al Hafidh, Laporan Akhir, 2012:3)
 
Contoh:






Paragraf argumentasi adalah paragraf yang berisi pendapat dikemuakakan disertai alasan, contoh, dan bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan. Seperti yang diungkapkan dalam paragraf diatas termasuk ke dalam paragraf argumentasi karena berisi pendapat yang menyatakan bahwa  Camat mempunyai kewajiban dan wewenang menggerakan dan membeikan arahan kepada bawahanya agar dapat memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Pendapat tersebut disertai dengan alasan dan bukti yang kuat dengan mencamtumkan pernyataan bahwa camat sebagai pimpinan tertinggi organisasi pemerintahan di kecamatan memegang peranan yang sangat penting terhadap maju mundurnya suatu kecamatan.



Sebelum menjalani tes masuk perguruan tinggi, lulusan SMA sebenarnya sudah dihadapkan pada ujian. Mereka harus memilih jurusan dan jenis sekolah yang tepat. Mereka juga harus cermat memilih faktor-faktor yang memengaruhi proses belajarnya nanti.
Akan tetapi, ada orangtua yang sangat berambisi untuk memajukan anak sesuai dengan kehendaknya. Alasannya untuk mewujudkan cita-cita dan impian orangtuanya sendiri. Hal ini menyebabkan anak menjadi terbelenggu, tidak kreatif, dan tidak mandiri. Di sisi lain, orangtua pun akhirnya tidak mengukur kemampuan anak sesuai minat dan bakatnya.
Sumber: Harian Umum Pikiran Rakyat, 13 Juni 2004

 
Contoh lain:









Paragraf di atas juga termasuk kedalam paragraf argumentasi karena didalam paragraf tesebut. Berisi pendapat yang menyatakan bahwa. Hal ini menyebabkan anak menjadi terbelenggu, tidak kreatif, dan tidak mandiri. Di sisi lain, orangtua pun akhirnya tidak mengukur kemampuan anak sesuai minat dan bakatnya.Pendapat tersebut disertai dengan alasan dan bukti yang kuat dengan mencamtumkan pernyataan bahwa. Mereka harus memilih jurusan dan jenis sekolah yang tepat. Mereka juga harus cermat memilih faktor-faktor yang memengaruhi proses belajarnya nanti.

4.    Naratif
Paragraf ini menceritakan, memaparkan atau melaporkan suatu kejadian atau pengalaman seseorang sehingga pembaca memperoleh informasi yang jelas.[12] Narasi : Isinya menggambarkan atau menceritakan suatu peristiwa tentang tokoh dengan latar tempat dalam kurun waktu tertentu, disertai alur cerita.[13]



Selama ini, aku hanya mendengar dari bibirnya yang tipi situ hal-hal yang positif tentang islam. Dalam hal etika berbicara dan bergaul ia terkadang lebih Islami daripada gadis-gadis Mesir yang mengaku muslimah. Jarang sekali kudengar ia tertawa cekikikan. Ia lebih suka tersenyum saja. Pakainya longgar, sopan, dan rapat. Selalu berlengan panjang dengan bawahan panjang sampai tumit. Hanya saja ia tidak memakai jilbab. Tapi itu jauh lebih sopan ketimbang gadis-gadis Mesir seuisianya yang berpakain ketat dan bercelana ketat dan tidak jarang bagian perutnya sedikit terbuka. Padahal mereka banyak yang mengaku muslimah. Maria suka pada Al-Quran. Ia sangat mengaguminya, meskipun ia tidak pernah mengaku muslimah. Penghormatanya pada Al-Quran mungkin melebihi beberapa intelektual muslim.
(El Shirazy, novel Ayat-ayat Cinta, 2007:25)
 
Contoh:











Paragraf narasi adalah paragraf yang bertujuan untuk menceritakan suatu peristiwa atau kejadian sehingga pembaca seolah-olah mengalami sendiri kejadian itu. Dalam paragraf narasi kita akan menemukan tiga unsur utama sebagai bahannya, yaitu tokoh, kejadian, dan latar. Misalnya, dalam paragraf di atas ada tokoh, yaitu aku dan Maria. Kejadianya yaitu tokoh Aku sangat mengagumi Maria karena kepribadianya yang sangat baik. Latarnya di Mesir. Paragraf di atas termasuk kedalam narasi karena ada tokoh, kejadian dan latar.
Ira bidan desa yang bertugas di Papua. Tiap hari berperahu menyusuri sungai dan hutan mendatangi beberapa puskesmas binaanya. Ibu-ibu disana bisa melahirkan sendiri tanpa pertolongan bidan. Tugas ira member penyuluhan tentang kesehatan ibu dan anak juga perlunya keluarga berencana. Alam Papua nan elok membuatnya betah disana. Hobi fotografinya tersalurkan dengan pemandangan yang etnik.
 
Contoh lain:





Paragraf di atas juga termasuk kedalam paragraf narasi karena didalam paragraf tesebut ada tiga unsur sebagai bahanya, yaitu tokoh, kejadian dan latar. Tokohnya seperti Ira. Kejadianya yaitu tokoh ira yang . Tiap hari berperahu menyusuri sungai dan hutan mendatangi beberapa puskesmas binaanya.
Latarnya di Desa papua karena latarnya terdapat didalam kalimat pertama Ira bidan desa yang bertugas di Papua.

5.    Persuasif
Paragraf persuasi : Tulisan ini bertujuan untuk mengajak atau membujuk pembaca agar melakukan sesuatu sesuai keinginan penulis.[14]
Tanamkan nilai-nilai agama, keimanan, dan keyakinan kepada Allah Swt, kepada siswa. Hal itu dilakukan tidak hanya oleh guru agama, tetapi oleh semua guru, sehingga apabila siswa memiliki kegagalan dapat menerimanya dengan pikiran positif dan hati yang jernih, kemudian siswa tersebut akan intropeksi diri, dan beursaha mengubah perilakunya kearah yang lebih baik
(Rahmawati, Pikiran Rakyat, 12 Juli 2007:12)
 
Contoh:






Paragraf persuasif adalah paragraf yang berisi pendapat seseorang untuk mempengaruhi, menghimbau, membujuk, merayu, atau mengajak pembaca mengikuti keinginan penulis. Seperti yang terdapat dalam paragraf diatas termasuk ke dalam paragraf persuasive karena pendapat yang menyatakan bahwa nilai-nilai agama, keimanan, dan keyakinan kepada Allah Swt. Harus ditanamkan oleh semua guru, pendapat tersebut untuk mengajak pembaca apabila siswa memiliki kegagalan dapat menerimanya dengan pikiran positif dan hati yang jernih, kemudian siswa tersebut akan intropeksi diri, dan berusaha mengubah perilakunya kea rah yang lebih baik.



Contoh lain:
Kata orang bijak, dengan seni hidup ini menjadi bertambah indah. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, hidup menjadi mudah. Tapi yang membuat kita terarah ya agama. Agama adalah kata kunci dalam kehidupan.
Masyarakat Tarakan adalah masyarakat heterogen. Di sana ada pemeluk Islam, Nasrani, Budha, Hindu. Marilah kita jalan bersama karena Islam mengajarkan hablum minanas. Dalam konteks kita sebagai mayoritas, marilah umat Islam menjadi suri tauladan yang baik bagi umat agama yang lain.
 
 







Contoh paragraf ini juga bertujuan untuk mengajak atau membujuk pembaca agar melakukan sesuatu sesuai keingan penulis. Dengan kata ajakan dimulai dari kata mengajak umat islam menjadi suri tauladan yang baik bagi umat agama yang lain.

G.      Paragraf Berdasarkan Isi
1.    Paragraf Perbandingan
Pengembangan paragraf perbandingan dilakukan dengan cara  membandingkan kalimat topik. Contohnya  kalimat topik mengenai hal yang bersifat abstrak dibandingkan dengan hal yang bersifat konkret.
Sifat orang jahat sama halnya dengan lalat. Lalat biasa hinggap di tempat-tempat yang kotor dan selalu makan makanan yang menjijikan. Kemana saja dia pergi pasti membawa penyakit. Begitu pula orang jahat yang tinggal di tempat-tempat maksiat dan biasa makan makanan yang diharamkan. Kemana pun dia pergi selalu membuat keonaran yang meresahkan warga.
 
Contoh :






2.    Paragraf Pertanyaan
Kalimat topik dalam paragraf pertanyaan berbentuk kalimat tanya dan kalimat-kalimat  pengembangan dalam paragraf jenis ini merupakan jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut.



Contoh :
Siapakah Osama Bin Laden itu ? Dia adalah seorang bangsa Arab anak pengusaha terkenal di negri tersebut. Dia seorang politis muslim yang menentang pemerintahan kerajaan di Arab, akibat pertentangannya dengan pemerintah negeri itu,  dia lari ke Afghanistan dan memimpin sebuah organisasi yang bernama Al-Qaeda. Selanjutnya, ia dituduh Amerika serikat sebagai dalang teroris Internasional yang menyerang dan menghancurkan petagon dan WTC. Oleh karena itu, ia menjadi salah seorang daftar pencarian orang di Negara Amerika Serikat.
 
 









3.    Paragraf Sebab Akibat
Kalimat topik sebab akibat merupakan sebab atau akibat peristiwa-peristiwa atau sifat objek yang dipaparkan dalam kalimat pengembang. Jika topiknya berupa sebab, maka kalimat pengembangnya harus merupakan akibat dari sebab itu. Sebaliknya jika kalimat topiknya berupa akibat, kalimat pengembangnya harus sebab-sebab dari akibat itu.
Banyak sekali kasus penebangan hutan liar  yang terjadi 10 tahun kebelakang. Pemerintah sudah mengeluarkan berbagai aturan untuk menghukum para penebang liar. Namun faktanya penebangan liar terus terjadi sehingga merugikan banyak pihak. Akaibat dari penebangan liar tanah tidak mampu menyerap dengan baik. Oleh karena itu, setiap datang musim hujan selalu terjadi banjir dan tanah longsor.
 
Contoh :






4.    Paragraf Contoh
Paragraf contoh adalah pengembangan  kalimat topik dalam sebuah paragraf dengan menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh itu dipakai untuk memperjelas maksud dalam kalimat topik.



Proses pengurusan surat0surat yang paling mudah ialah dengan cara menembak atau lewat belakang ( tidak melalui prosedur yang berlaku). Contohnya waktu membayar pajak mobil, saya tidak mengurus sendiri, tetapi menyuruh calo yang biasa mangkal disana. Beresnya cepat sekali. Contoh lain ketika adik saya membuat SIM. Dia hanya memberikan uang dan salinan KTP kepada calo lalu dia dipanggil untuk dipotret. Beberapa menit kemudian, SIM pun selesai.
 
Contoh :






5.    Paragraf Perulangan
Pengembangan paragraf perulangan dilakukan dengan cara mengulang kata atau kelompok kata. Pengembangan paragraf perulangan juga bisa dilakukan dengan cara mengulang bagian-bagian kalimat yang  penting.
ada kaitan antara makan, hidup dan berpikir pada manusia. Setiap manusia perlu makan , makan untuk hidup. Hidup tidak hanya untuk makan. Akan tetapi hidup manusia mempunyai tujuan. Tujuan hidup berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi ada persamaannya yakni salah satu diantaranya melangsungkan keturunan. Keturunan merupakan penerus bangsa yaitu generasi yang lebih baik dan tangguh. Tangguh terhadap segala  tantangan dan rintangan.  Tantangan dan rintangan membuat manusia berpikir. Berpikir bukan sembarang berpikir tetapi berpikir jernih untuk memecahkan berbagai persoalan hidup dan kehidupan.
 
Contoh :









6.    Paragraf Definisi
Dalam paragraf definisi kalimat topiknya merupakan sesuatu pengertian atau istilah yang memerlukan penjelasan secara panjang lebar agar maknanya mudah dipahami oleh pembaca.[15]



Sosiolinguistik adalah ilmu antardisipliner yakni sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah bagi manusia di dalam masyarakat. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa. Sosiolinguistik merupakan subdisiplin ilmu bahasa yang mempelajari faktor-faktor sosial dalam berperan dalam penggunaan bahasa dalam pergaulan sosial.
 
Contoh :





BAB III
SIMPULAN

1.    Paragraf atau alinea merupakan sebagian dari sebuah karangan. Di dalamnya merupakan seperangkat kalimat yang membicarakan suatu ide atau gagasan.
2.    Seorang pengarang akan menuliskan gagasannya melalui penulisan paragraf dengan tujuan agar karangannya dapat difungsikan sebagai pengantar, transisi, dan penutup.
3.    Dalam sebuah karangan (komposisi) biasanya terdapat tiga macam paragraf jika dilihat dari segi jenisnya, yaitu paragraf pembuka, paragraf pengembang, dan paragraf penutup.
4.    Paragraf yang baik harus memiliki dua ketentuan, yaitu kesatuan paragraf (kohesif) dan kepaduan paragraf (koherensif).
5.    Berdasarkan kalimat utamanya, ada tiga jenis dalam pengembangan paragraf, yaitu paragraf deduktif, paragraf induktif, dan paragraf campuran.
6.    Berdasarkan teknik pengembangannya, ada lima jenis teknik pengembangan paragraf, yaitu deskriptif, ekspositoris, argumentatif, naratif, dan persuasif.
7.    Berdasarkan isinya, ada enam jenis isi paragraf, yaitu perbandingan, pertanyaan, sebab akibat, contoh, perulangan, dan definisi.








DAFTAR PUSTAKA

Cecep Wahyu Hoerudin. 2015. Mata Kuliah Umum Pengembangan Karakter : Bahasa Indonesia. Bandung : CV. Insan Mandiri.
E. Zaenal Arifin dan S. Amran. 2010. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : Akademika Pressindo.
http://dewanku02.blogspot.co.id/2014/02/fungsi-dan-tujuan-paragraf.html?m=1 (Diakses oleh Enung Nurohmah tgl 08 Nov 2015 pukul 06.00 WIB)
http://www.diaryapipah.com/2011/10/jenis-paragraf-dan-pengembangannya-html?m=l (Diakses oleh Hanik Rohma Yolanda tgl 11 Nov 2015 pukul 05.54 WIB)
Suparni. 2013. Bahasa Indonesia. Bandung : PT. Aditya MW.
Tim Dosen MKU Pengembangan Karakter B. Indonesia UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 2015. MATA KULIAH UMUM PENGEMBANGAN KARAKTER: BAHASA INDONESIA. Bandung : CV. Insan Mandiri.



[1] E. Zaenal Arifin dan S. Amran, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Akademika Pressindo, Jakarta, 2010,  hlm. 115.
[2] Tim dosen MKU Pengembangan Karakter B.Indonesia UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Mata Kuliah Umum Pengembangan Karakter: Bahasa Indonesia, CV. Insan Mandiri, Bandung, 2015, hlm. 80.
[3] http://dewanku02.blogspot.co.id/2014/02/fungsi-dan-tujuan-paragraf.html?m=1
(Diakses oleh Enung Nurohmah tgl 08 Nov 2015 pukul 06.00 WIB)
[4] E. Zaenal Arifin dan S. Amran, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Akademika Pressindo, Jakarta, 2010,  hlm. 122.
[5] Cecep Wahyu Hoerudin, Mata Kuliah Umum Pengembangan Karakter: Bahasa Indonesia, Insan Mandiri, Bandung, 2015, hlm. 83.
[6] Tim dosen MKU Pengembangan Karakter B.Indonesia UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Mata Kuliah Umum Pengembangan Karakter: Bahasa Indonesia, CV. Insan Mandiri, Bandung, 2015, hlm. 85.
[7] Tim dosen MKU Pengembangan Karakter B.Indonesia UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Mata Kuliah Umum Pengembangan Karakter: Bahasa Indonesia, CV. Insan Mandiri, Bandung, 2015, hlm. 85.
[8] Tim dosen MKU Pengembangan Karakter B.Indonesia UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Mata Kuliah Umum Pengembangan Karakter: Bahasa Indonesia, CV. Insan Mandiri, Bandung, 2015, hlm. 85.
[9] Suparni, Bahasa Indonesia,  PT. Aditya MW, Bandung,  2013, hlm. 2.
[10] Tim dosen MKU Pengembangan Karakter B.Indonesia UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Mata Kuliah Umum Pengembangan Karakter: Bahasa Indonesia, CV. Insan Mandiri, Bandung, 2015, hlm. 86.
[11]Suparni, Bahasa Indonesia,  PT. Aditya MW, Bandung,  2013, hlm. 3.
[12] Tim dosen MKU Pengembangan Karakter B.Indonesia UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Mata Kuliah Umum Pengembangan Karakter: Bahasa Indonesia, CV. Insan Mandiri, Bandung, 2015, hlm. 86.
[13] Suparni, Bahasa Indonesia,  PT. Aditya MW, Bandung,  2013, hlm. 3.
[14] Suparni, Bahasa Indonesia,  PT. Aditya MW, Bandung,  2013, hlm. 3.
[15] http://www.diaryapipah.com/2011/10/jenis-paragraf-dan-pengembangannya-html?m=l
(Diakses oleh Hanik Rohma Yolanda tgl 11 Nov 2015 pukul 05.54 WIB)